Cadangan Devisa Diprediksi Kembali Naik Pada Maret 2024, Ini Faktor Pendorongnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan devisa (Cadev) Indonesia di Februari 2024 kembali turun, namun nilainya masih terbilang tinggi. Di bulan Maret, cadangan devisa juga diproyeksikan tak banyak berubah dari posisi saat ini.

Bank Indonesia (BI) mencatat, cadangan devisa pada akhir Februari 2024 sebesar US$ 144 miliar, turun dibandingkan posisi Januari yang sebesar US$ 145,1 miliar. Penurunan cadangan devisa ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan cadangan devisa pada Februari masih relatif tinggi, namun memang turun bila dibandingkan dengan Januari 2024.


Baca Juga: Cadangan Devisa Turun Menjadi US$ 144 Miliar Per Februari 2024, Ini Penyebabnya

Menurutnya, penurunan cadangan devisa itu tercermin dari aliran dana asing pasar modal yang mengalami penurunan. Perinciannya, sepanjang Februari 2024 arus dana keluar (outlow) pasar obligasi tercatat sekitar Rp 12,8 triliun. 

"Tetapi di pasar saham ada arus masuk (inflow) Rp 16,7 triliun, jadi asing kalau di saham malah masuk. Dugaannya asing memang ada yang keluar tapi sebagian reposisi ke instrumen lain SRBI atau SVBI, sertifikat valas sama sertifikat rupiah BI," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (7/3).

David menjelaskan, cadangan devisa Indonesia diproyeksi bakal terus naik pada Maret 2024. Salah satu faktornya didorong oleh posisi rupiah yang saat ini dinilai relatif stabil.

“Tapi memang masuk di Maret ini pasar cukup dinamis, data ekonomi Amerika yang keluar terakhir cukup kuat. Sehingga membuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed-nya bisa saja mundur lagi,” tambahnya.

Alhasil, kata David, hal itu mengerek indeks dolar. Di mana, sepanjang tahun berjalan (year to date/Ytd) indeks dolar naik 2%.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini terkait dengan jatuh tempo salah satu obligasi global, yaitu RI0224, pada pertengahan Februari 2024, dengan nilai US$ 474 juta.

“Surplus neraca perdagangan juga cenderung menurun di bulan Februari 2024 karena tren kenaikan harga minyak, sementara harga batubara mengalami penurunan. Namun demikian, penurunan canderung terbatas sejalan dengan arus modal masuk ke pasar keuangan domestik,” katanya.

Josua menyebutkan, net inflow di pasar saham dan obligasi tercatat sebesar US$ 345 juta di bulan Februari. Secara rinci, net inflow di pasar saham mencapai US$ 646 juta, sedangkan di pasar obligasi, investor asing membukukan net outflow sebesar US$ 302 juta.

“Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” terangnya.

Josua memperkirakan, ada potensi kenaikan cadangan devisa pada paruh kedua tahun 2024. Menurutnya, ini didasari membaiknya sentimen risiko terutama terkait wait and see terkait hasil pemilu 2024.

Selain itu, kata dia, ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan global, diperkirakan akan mendorong sentimen risk-on di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Didukung oleh prospek positif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia dan inflasi yang terkendali, dapat menghasilkan peningkatan arus masuk di Penanaman Modal Asing (PMA) dan pasar portofolio,” terangnya.

Baca Juga: Turun pada Januari, Begini Proyeksi Cadangan Devisa pada Februari 2024

Josua menuturkan, risiko yang mempengaruhi cadangan devisa ke depannya adalah defisit transaksi berjalan yang melebar, yang dipicu oleh kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global dan berlanjutnya normalisasi harga komoditas.

“Namun demikian, pelebaran defisit tersebut diperkirakan akan tetap berada dalam batas yang terkendali dan tidak menimbulkan ancaman yang berarti terhadap posisi cadangan devisa pada tahun 2024,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan meski penurunan Cadev dipengaruhi oleh pembayaran ULN, yang perlu diperhatikan adalah tren aliran dana inflow dan outflow dari pasar keuangan nasional. 

“Pada akhir Februari 2024, Dollar Index menguat dari 103,27 menjadi 104,36 seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi di AS yang didorong dari peningkatan konsumsi,” imbuhnya.

Banjaran bilang, PMI komposit Februari 2024 juga menunjukkan AS konsisten berada di zona ekspansif (>50). Menurutnya, ini berpotensi menahan daya tarik aset domestik sehingga capital inflow di proyeksikan bergerak melambat.

“Penguatan kondisi perekonomian di AS dinilai akan memengaruhi volatilitas pergerakan arus modal masuk ke Indonesia ke depan terutama di instrumen SBN dan SRBI. Berdasarkan data BI, transaksi arus modal masuk non-residen (asing) turun menjadi Rp 11,58 triliun periode Februari 2024,” terangnya.

Lebih lanjut, dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi di AS yang on the track mendorong investor untuk shifting aset ke instrumen yang lebih berisiko.

“Sehingga kami memproyeksikan inflow akan meningkat di pasar saham meskipun terjadi outflow di pasar fixed income. Secara keseluruhan, cadev berpotensi turun namun masih cukup jauh di atas batas minimum yaitu sebesar US$ 135,5 miliar pada Maret 2024,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi