Cadangan devisa masih mungkin positif meski ada tekanan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir Mei 2018 sebesar US$ 122,9 miliar. Artinya, ada penurunan sebesar US$ 2 miliar dari posisi akhir April 2018 yang sebesar US$ 124,9 miliar.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dari data cadev Mei ini tercermin bahwa langkah intervensi BI terlihat jelas. Sebelum kenaikan suku bunga, pasar mengalami volatilitas yang tinggi sehingga mendorong capital flight.

Namun demikian, ke depannya dengan langkah pre-emptive BI, Josua mengatakan, hal ini diharapkan bisa menahan laju cadev yang tergerus. “Ini diharapkan bisa menjaga pasar sehingga pada Juni market diharapkan tidak panik lagi dengan arah BI yang cukup clear,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (8/6).


Ia memproyeksi, posisi cadev pada akhir tahun diperkirakan sebesar Rp 120 miliar karena meski masih ada potensi rupiah bergerak dinamis, harapannya dengan langka BI yang ‘tight bias’ ini bisa terjaga. “Setelah pengangkatan Perry Warjiyo cukup stabil. Pas resepnya,” ujar dia.

Ekonom BCA David Sumual bilang, posisi cadev pada Mei 2018 mencerminkan bahwa di Mei kebutuhan valas besar terutama di karena adanya dividen dan utang yang dibayarkan, impor, dan dana portofolio yang juga mengalir keluar.

“Namun, akhir Mei hingga awal Juni ini dana kembali ke SBN. Terutama usai rapat kedua BI. Inflownya relatif baik,” ujar David.

Namun demikian, jelang pekan depan mungkin ada tekanan lagi di pasar emerging market, tetapi dengan pembayaran utang yang sudah mereda, ekspor minyak masuk, hal ini membuat kebutuhan intervensi valas reda.

“Dari ekspor minyak kita lihat mungkin ada tambahan devisa. Saya perkirakan tidak ada lagi penurunan US$ 2 miliar kecuali ada tekanan,” ujarnya.

“Tapi kemungkinan di rapat nanti, The Fed tidak akan keluarkan sentimen yang buat pasar kaget,” lanjutnya.

Ia pun melihat, dengan demikian cadev bisa saja positif pada Juni. Namun, positifnya diperkirakan akan tipis saja karena Juni tidak ada penerbitan utang, “Jadi dari ekspor dan SBI valas. Akhir tahun US$ 120-125 miliar. Saya lihat, masih sangat aman,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan bahwa faktor eksternal yang belakangan ini memunculkan gejolak di pasar Indonesia masih mengancam pergerakan nilai tukar rupiah.

“Situasi belum tenang. Jangan anggap ini sudah settle. Meski sudah stabil, ini masih bergerak,” kata Darmin di Gedung DPR RI, Kamis (7/6).

Menurut Darmin, situasi yang belum tenang ini disebabkan oleh Amerika Serikat (AS) dan China masih saling mengancam terkait kebijakan perdagangan. Namun, nilai tukar rupiah bisa saja kembali menguat apabila kondisi perekonomian global tidak terlalu bergejolak.

“Kalau tidak ada apa-apa, bisa menguat sedikit. Ibarat ada yang main bola, lalu bola itu tertendang kena kepala kita ” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto