KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa hingga akhir tahun lalu sebesar US$ 130,20 miliar. Nilai itu lebih tinggi dibandingkan cadangan devisa pada akhir November 2017 sebesar US$ 125,97 miliar. Nilai itu juga menjadi rekor angka cadangan devisa tertinggi. BI melansir, peningkatan cadangan devisa Desember 2017 dipengaruhi oleh penerimaan devisa terutama berasal dari penerbitan utang valas atau
global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah. "Penerimaan devisa tersebut melampaui kebutuhan devisa terutama untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas jatuh tempo,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan tertulis, Senin (8/1).
BI menghitung, posisi cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 8,6 bulan impor atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlah itu jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Menurut Agusman, BI akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa guna mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Hal tersebut didukung oleh kondisi perekonomian domestik yang tetap positif, kinerja ekspor yang membaik, dan perkembangan pasar keuangan global yang kondusif. Tertopang utang Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, kenaikan cadangan devisa Desember 2017 lebih karena penerbitan obligasi global sebesar US$ 4 miliar dalam rangka kebutuhan pendanaan (
pre-funding) APBN 2018. Sedangkan cadangan devisa dari ekspor masih minim. Di sisi lain BI juga melakukan operasi moneter untuk stabilisasi rupiah. Itu tergambar dari posisi kurs rupiah bulan lalu. Tercatat nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,2% MoM dibandingkan November 2017. Walau begitu, dana asing cenderung masuk di pasar keuangan.
Foreign net buy pada pasar obligasi mencapai Rp 5,33 triliun meskipun
foreign net sell di pasar saham sebesar Rp 4,3 triliun sepanjang Desember 2017. Dari operasi moneter, BI menyerap lelang SBBI valas sebesar US$ 240 juta, lebih rendah dari penyerapan lelang SBBI valas pada bulan sebelumnya yang mencapai US$ 500 juta. "Terlepas dari sumbernya, level cadangan devisa tersebut cenderung aman dan sehat," jelas Josua. Sedangkan tahun ini, Josua memperkirakan, cadangan devisa akan kembali naik di level US$ 128 miliar-US$ 135 miliar. Menurutnya, sumber kenaikan cadangan devisa masih sama, antara lain dari penerbitan
global bond dan sukuk global. Diperkirakan permintaan dua obligasi pemerintah itu masih cukup tinggi seiring dengan perbaikan iklim investasi Indonesia pasca
rating upgrade oleh S&P dan Fitch pada tahun lalu serta ekspektasi rating upgrade kembali oleh Moody's. Prospek ekonomi yang lebih baik juag ditunjukkan dari neraca pembayaran Indonesia pada tahun ini yang diperkirakan surplus ditopang oleh kenaikan investasi baik portofolio maupun investasi langsung di sektor riil.
Ini terjadi mengingat fundamental ekonomi yang terus membaik. Defisit transaksi berjalan tahun 2017 dan 2018 diperkirakan masih dalam level yang sehat di bawah 2% terhadap PDB. "Stabilnya nilai tukar rupiah masih akan ditopang oleh ekspektasi kebijakan moneter BI yang diperkirakan netral," ujarnya. Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro bilang, kenaikan cadangan devisa 2017 disebabkan karena utang dan kinerja ekspor yang meningkat. Sedangkan pada 2018, kinerja ekspor kembali meningkat karena kenaikan harga komoditas. "Pada tahun 2018, cadangan devisa di kisaran US$ 135 miliar hingga US$ 140 miliar," terang Andry. Peningkatan cadangan devisa menjadi penting untuk menjaga stabilitas rupiah yang berpotensi tertekan akibat kebijakan Federal Reserve yang menaikkan suku bunga acuan dan
rebalancing aset tahun ini. Kebijakan tersebut dikhawatirkan juga bakal mendorong dana asing kembali ke negara asal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati