Cadangan Devisa Tergerus Pelemahan Rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah turut menekan cadangan devisa Indonesia. Alhasil, cadangan devisa kembali menurun. Bank Indonesia (BI) melaporkan, posisi cadangan devisa per akhir Februari 2024 senilai US$ 144 miliar, turun US$ 1,1 miliar dari posisi akhir bulan sebelumnya.

Sementara selama dua bulan pertama di awal tahun ini, pundi-pundi devisa negara turun US$ 2,4 miliar dari posisi akhir 2023 yang tercatat US$ 146,5 miliar.

Penurunan cadangan devisa juga sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah per Kamis (7/3) berada di level Rp 15.658 per dolar Amerika Serikat (AS), melemah dari posisi akhir 2023 yang masih Rp 15.439 per dolar AS.


Sepanjang tahun berjalan 2024, pelemahan paling parah rupiah terjadi pada 26 Januari 2024 yakni di level Rp 15.829 per dolar AS (lihat tabel).

Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Menguat 0,32% ke Rp 15.655 Per Dolar AS Pada Kamis (7/3)

Direktur Eksekutif Kelapa Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyebutkan beberapa faktor penyebab penurunan cadangan devisa. "Penurunan posisi cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata dia, Kamis (7/3).

Posisi cadangan devisa tersebut, lanjut Erwin, setara pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional yang sekitar tiga bulan impor. Artinya, cadangan devisa mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, turunnya cadangan devisa lantaran pembayaran utang luar negeri pemerintah, yakni terkait jatuh tempo salah satu obligasi global, yaitu RI0224, pada pertengahan Februari 2014, dengan nilai US$ 474 juta.

Baca Juga: Peluang Nilai Tukar Rupiah Kembali Terangkat

"Surplus neraca perdagangan juga cenderung menurun di bulan Februari 2014 karena tren kenaikan harga minyak, sementara harga batubara mengalami penurunan.," kata dia kepada KONTAN, kemarin.

Namun Josua melihat, penurunan cadangan devisa canderung terbatas sejalan dengan arus modal masuk ke pasar keuangan domestik. Pihaknya mencatat, arus masuk bersih di pasar saham dan obligasi mencapai US$ 345 juta di bulan Februari. Perinciannya, net inflow di pasar saham US$ 646 juta. Sedangkan di pasar obligasi, investor asing membukukan net outflow sebesar US$ 302 juta.

Kelapa Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan, posisi cadangan devisa Indonesia masih bisa menguat di bulan ini. Salah satu faktornya, posisi rupiah relatif stabil.

Baca Juga: Rekomendasi Saham TLKM, ADMR, dan BRIS dari Ajaib Sekuritas Untuk Kamis (7/3)

"Tapi memang masuk di Maret ini pasar cukup dinamis, data ekonomi Amerika Serikat yang keluar terakhir cukup kuat. Sehingga membuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed bisa saja mundur lagi," kata David. Sehingga, hal tersebut akan mengerek indeks dolar AS sedikit menguat.

Naik di semester II

Sementara itu, Josua memperkirakan kenaikan cadangan devisa baru akan terjadi pada paruh kedua tahun 2024. Proyeksi tersebut didasarkan pada membaiknya sentimen risiko terkait wait and see hasil Pemilu 2024.

Ada juga ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan global, diperkirakan akan mendorong sentimen risk-on di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Dibuka Menguat ke Rp 15.670 Per Dolar AS Pada Hari Ini (7/3)

"Cadangan devisa pada akhir tahun 2024 diperkirakan mencapai sekitar US$ 150 miliar hingga US$ 155 miliar," tambah Josua.

Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan cenderung menguat pada semester II-2024. Ia meramal, rupiah akan bergerak dari Rp 15.397 per dolar AS di akhir tahun 2023 ke kisaran Rp 15.000–Rp 15.300 per dolar AS pada akhir tahun 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli