KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia menurun pada akhir September 2022. Bank Indonesia (BI) mencatat, cadangan devisa periode laporan sebesar US$ 130,8 miliar, atau turun 1,05% dari posisi akhir Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar. Penurunan cadangan devisa tersebut karena adanya pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, memang ketidakpastian eksternal masih terjadi. Ini dipicu langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang masih akan
hawkish.
Para pelaku pasar memperkirakan, bank sentral milik Paman Sam ini masih akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps hingga 75 bps pada pertemuan di Oktober 2022. Ini kan kemudian menimbulkan ketidakpastian di pasar, dan memengaruhi aliran modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Likuiditas Valas Ketat, Begini Dampaknya bagi Indonesia Dengan ini, pergerakan nilai tukar rupiah pun masih berisiko. Sehingga, masih ada keperluan bagi BI untuk melakukan intervensi. “BI menggunakan cadangan devisa ini untuk menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Namun, ini tidak mengarahkan kurs rupiah untuk bergerak ke posisi tertentu,” jelas David kepada Kontan.co.id, Minggu (9/10). Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat, sepertinya memang BI masih akan menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi terhadap pergerakan rupiah hingga akhir tahun 2022. Bahkan, ia membuka peluang cadangan devisa masih akan turun hingga akhir tahun 2022. Menurut pengamatannya, cadangan devisa pada akhir tahun ini akan turun maksimal ke level US$ 128 miliar. Ini juga akan tergantung dengan seberapa agresif The Fed dalam melakukan pengetatan kebijakan moneter. Langkah ini sepadan. Pasalnya, menjaga nilai tukar rupiah saat ini menjadi salah satu kunci utama untuk perekonomian Indonesia. “Memang ke depannya yang jadi kunci utama adalah menjaga nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas inflasi dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi,” kata Riefky. Menurut perkiraannya, langkah yang diambil oleh BI ini akan membawa nilai tukar rupiah untuk bergerak di level Rp 14.800 per dolar AS hingga Rp 15.200 per dolar AS.
Baca Juga: Begini Prospek Cadangan Devisa di Akhir Tahun 2022 Sementara itu, langkah intervensi bank sentral memang tidak harus melulu memakan cadangan devisa yang besar. BI telah memiliki instrumen intervensi lewat Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dalam pasar valuta asing. Ekonom Senior Bank Standard Chartered Aldian Taloputra juga menduga, intervensi BI yang dilakukan selama ini lebih banyak menggunakan instrumen ini. “Sepertinya intervensi BI lebih banyak menggunakan instrumen DNDF,” tutur Aldian. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi