Caleg prolingkungan hidup masih sedikit



JAKARTA. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Institute melakukan studiĀ  terhadap sejumlah Calon Legislatif (Caleg) yang akan memperebutkan kursi parlemen pada pemerintahan 2014-2019. Dalam perhitungan WALHI, hanya sebesar 7% caleg yang memiliki kriteria prolingkungan hidup.

"Dari empat basis penilaian, hanya 7% caleg yang memenuhi kriteria penilaian," kata Khalisa Khalid peneliti WALHI Institute saat memaparkan hasil studi Kualitas Calon Legislatif DPR Prolingkungan Hidup tahun 2014-2019 di Jakarta, Minggu (9/3).

Lebih lanjut menurut Khalisa, dari 7% caleg yang memenuhi kriteria tersebut pun belum tentu terpilih lantaran caleg tersebut memiliki nomor urut yang jauh di bawah. Angka 7% juga didapat berdasarkan empat aspek penilaian, yakni kepemimpinan, integritas, kompetensi, dan komitmen.


Penilaian tersebut juga dilakukan berdasarkan riwayat hidup atau curriculum vitae (CV) dari sebanyak 6.561 caleg dari laman web Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian, ditambah dengan data dari pemberitaan dan jaringan anti korupsi, serta melakukan penelusuran jaringan WALHI daerah.

Berdasarkan hasil studi, hanya sebesar 1,1% yang memiliki kepemimpinan. Yakni dilihat dari apakah caleg tersebut memilikipengalaman dalam organisasi lingkungan hidup atau organisasi yang memperjuangkan isu kemanusiaan, hak asasi manusia, gender, buruh, petani, nelayan, dan juga masyarakat adat.

Kemudian, dari sejumlah caleg tersebut hanya sebesar 1,8% caleg yang memiliki kompetensi tinggi sebagai anggota dewan. Hal ini menandakan bahwa pengetahuan dan keahlian caleg terkait tiga fungsi utama DPR yaitu menyusun Undang-Undang, anggaran negara, dan pengawasan eksekutif, tergolong rendah.

Sementara itu, dari aspek integritas, hanya sebesar 9% dari total caleg yang dikategorikan memiliki integritas tinggi terhadap lingkungan dan persoalan rakyat lainnya. Aspek integritas sendiri dilihat dari apakah caleg tersebut pernah menjadi pendukung atau bahkan pelaku atau perusakan lingkungan hidup dan juga dilihat dari apakah pernah terlibat tindak pidana korupsi.

Sedangkan aspek komitmen, bedasarkan hasil studi WALHI hanya terdapat 13% caleg yang memiliki komitmen tinggi dalam memperjuangkan isu-isu lingkungan hidup dan kepentingan publik.

Menurut Khalisa, hampir semua partai politik secara redaksional telah memiliki program berbasis lingkungan hidup. Namun pada kenyataannya program tersebut belum benar-benar menyentuh sehingga isu-isu lingkungan hidup masih menjadi isu minoritas.

"Kami khawatir di pemerintahan berikutnya isu lingkungan hidup belum menjadi prioritas. Apalagi ada caleg yang menjadi pelaku perusak lingkungan hidup," kata Khalisa.

Oleh karena itu, WALHI juga mendorong agar para partai politik melihat lingkungan hidup menjadi isu yang strategis. Tak hanya sekadar 'tempelan' yang hanya hanya sebatas dipermukaan dan belum mencapai pada akar masalah sesunggungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia