JAKARTA. Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia periode Mei 2013 - Juni 2014, Mirza Adityaswara, kembali menjalani uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, hari ini (9/6). Dalam paparan fit and proper test-nya, Mirza menyebutkan bahwa di Indonesia tidak memerlukan satu bank yang khusus mengelola kredit pemilikan rumah (KPR). Menurutnya, hal terpenting adalah memiliki bank dengan pendanaan kuat melalui pendalaman pasar keuangan. "Tidak perlu ada satu bank khusus KPR. Tapi perlu pendalaman pasar keuangan melalui sekuritisasi aset," kata Mirza di hadapan anggota Komisi XI DPR RI, Senin (9/6). Mirza menuturkan, pendalaman pasar sangat diperlukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan. Upaya yang bisa dilakukan perbankan untuk menggenjot likuiditas adalah melalui sekuritisasi aset, dengan menjual portofolio KPR ke pasar dinilai mampu membantu likuiditas perbankan. Nah, dari hasil penjualan portofolio KPR tersebut, perbankan akan memperoleh dana segar yang bisa kembali disalurkan untuk KPR. Hal ini dinilai dapat dilakukan perbankan manapun, tanpa memiliki spesialisasi kredit pemilikan rumah. Untuk hal penyaluran KPR, Indonesia masih sedikit tertinggal dibandingkan negara anggota ASEAN. Mirza mencontohkan, di Thailand, rasio KPR terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 50%. Sebaliknya, di Indonesia, rasionya baru mencapai 13%. Lebih lanjut Mirza mengungkapkan, pendalaman pasar sangat penting untuk mendukung pertumbuhan perekonomian. Upaya pendalaman pasar perlu didukung dengan sejumlah instrumen yang propasar. Perbankan juga diharapkan bisa memanfaatkan lebih banyak instrumen untuk memperoleh pendanaan. Tidak dipungkiri, Indonesia masih memerlukan bantuan investor asing untuk pendalaman pasar. Karena, investor asing memiliki ekses dana di luar negeri. "Karena itu, perlu insentif dan perlakuan yang sama terhadap pajak," ucapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Calon DGS BI: Tidak perlu ada bank khusus KPR
JAKARTA. Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia periode Mei 2013 - Juni 2014, Mirza Adityaswara, kembali menjalani uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, hari ini (9/6). Dalam paparan fit and proper test-nya, Mirza menyebutkan bahwa di Indonesia tidak memerlukan satu bank yang khusus mengelola kredit pemilikan rumah (KPR). Menurutnya, hal terpenting adalah memiliki bank dengan pendanaan kuat melalui pendalaman pasar keuangan. "Tidak perlu ada satu bank khusus KPR. Tapi perlu pendalaman pasar keuangan melalui sekuritisasi aset," kata Mirza di hadapan anggota Komisi XI DPR RI, Senin (9/6). Mirza menuturkan, pendalaman pasar sangat diperlukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan. Upaya yang bisa dilakukan perbankan untuk menggenjot likuiditas adalah melalui sekuritisasi aset, dengan menjual portofolio KPR ke pasar dinilai mampu membantu likuiditas perbankan. Nah, dari hasil penjualan portofolio KPR tersebut, perbankan akan memperoleh dana segar yang bisa kembali disalurkan untuk KPR. Hal ini dinilai dapat dilakukan perbankan manapun, tanpa memiliki spesialisasi kredit pemilikan rumah. Untuk hal penyaluran KPR, Indonesia masih sedikit tertinggal dibandingkan negara anggota ASEAN. Mirza mencontohkan, di Thailand, rasio KPR terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 50%. Sebaliknya, di Indonesia, rasionya baru mencapai 13%. Lebih lanjut Mirza mengungkapkan, pendalaman pasar sangat penting untuk mendukung pertumbuhan perekonomian. Upaya pendalaman pasar perlu didukung dengan sejumlah instrumen yang propasar. Perbankan juga diharapkan bisa memanfaatkan lebih banyak instrumen untuk memperoleh pendanaan. Tidak dipungkiri, Indonesia masih memerlukan bantuan investor asing untuk pendalaman pasar. Karena, investor asing memiliki ekses dana di luar negeri. "Karena itu, perlu insentif dan perlakuan yang sama terhadap pajak," ucapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News