Calon investor Mutiara beroperasi di kantor instan



JAKARTA. Kejutan itu datang dari Yawadwipa Companies. Di saat investor lain menilai saham Bank Mutiara terlalu mahal, private equity fund yang baru berdiri pada Januari 2012 itu siap membeli di harga Rp 6,7 triliun alias sesuai dengan dana talangan pemerintah. Mereka pun sudah mengajukan penawaran ke Danareksa Sekuritas. Siapa Yawadwipa?

Mengikuti divestasi PT Bank Mutiara Tbk (BCIC), Yawadwipa ingin mengulangi kesuksesan Farallon Capital dan Grup Djarum ketika mengakuisisi Bank Central Asia (BCA) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ketika Djarum membeli pada harga murah pada 2001 silam, bank penerima dana talangan itu kini tercatat sebagai bank terbesar ketiga di Indonesia. Dalam mencetak untung, BCA hanya kalah dari Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Yawadwipa memang tidak sekadar sesumbar. Private equity fund yang baru lahir Januari 2012 itu sudah mengirimkan surat penawaran resmi ke Danareksa Sekuritas, penasihat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penjualan saham Mutiara. Mereka siap mengikuti proses dan membayar sesuai suntiikan modal pemerintah ke Bank Century - nama lama Bank Mutiara- pada 2008 silam, sebesar Rp 6,7 triliun.


Kehebohan muncul. Publik kaget, bukan hanya karena lembaga ini bersedia membeli Bank Mutiara di harga tinggi, saat investor lain meminta harga murah. Lebih dari itu, Yawadwipa dan para pengurusnya adalah nama asing di jagat perbankan dan pasar modal.

Yawadwipa Companies berkedudukan di Singapura. Pendirinya Christopher Holm, bekas eksekutif Bank of America Merril Lynch. Pria yang biasa disapa Chad ini konon sudah menangani lebih dari 50 kesepakatan finansial dengan nilai lebih dari US$ 150 miliar atau setara Rp 1.350 triliun.

Orang penting lain adalah Singgih Prasetyo, menjabat Chief Operating Officer Yawadwipa. Dalam rilis menyebutkan, Singgih menjabat Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Senior Partner di Singgih & Partners. Ia pernah berkarier di General Electric dan Manulife Indonesia, serta mendirikan sekuritas, Inti Fikasa Securindo.

Di Indonesia, Yawadwipa berkantor di lantai 17 Tower Dua Bursa Efek Indonesia (BEI), kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta.

Dua bankir senior, Joseph Luhukay dan Sigit Pramono mengaku tidak kenal dengan nama-nama itu. Begitu pula Haryadi Sukamdani, pengurus teras Kadin. Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif LPS, malah bertanya balik siapa itu Yawadwipa.

Harry Azhar Azis, anggota Komisi XI DPR RI, meminta BI dan Danareksa mengungkap tuntas identitas Yawadwipa dan kemampuan keuangannya. Danareksa bisa memaksimalkan tahap due diligence, sementara Bank Indonesia (BI) menggunakan mekanisme fit and proper test calon pemegang saham pengendali. Pengungkapan ini penting, untuk mencari motif transaksi, serta untuk memastikan dana Yawadwipa bukan dari pemilik lama atau pencucian uang.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat BI, Difi Ahmad Johansyah mengatakan untuk mengakuisisi bank, investor harus memiliki modal sendiri, bukan modal orang lain. Jika yang membeli fund manager, BI akan menelusuri rekam jejaknya hingga paling hulu atau penyandang dana utama.

Berkantor di CEO Suites

KONTAN menyambangi kantor Yawadwipa. Tapi, tak ada satupun tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan Yawadwipa. Lantai 17 BEI hanya diisi Panin Securities dan CEO Suites.

Di CEO Suites inilah private equity fund itu berkantor. "Ini cabang (Yawadwipa) saja," ujar resepsionis CEO Suites. Tak ada aktivitas di kantor ini. Kata si resepsionis, semua direksi sedang di luar kantor.

CEO Suites lebih dikenal sebagai penyedia jasa kantor instan. Istilah ini akrab di kalangan pebisnis yang melakukan aktivitas untuk kurun waktu tertentu. bagi mereka, memanfaatkan jasa ini lebih murah ketimbang set-up kantor sendiri.

Selain di lantai 17 BEI, CEO Suites juga beroperasi di beberapa gedung lain di Jakarta. Antara lain di Wisma GKBI dan Pacific Place, Jakarta. Dari penelusuran di Google, beberapa perusahaan pernah menggunakan ruangan ini. Kebanyakan untuk merekrut tenaga kerja.

Walau identitasnya misterius, Yawadwipa sudah berkirim surat ke Direktur Utama Danareksa Securities, Marciano Herman dan Firdaus. Dalam surat tertanggal 7 Februari 2012 itu, Yawadwipa menerangkan ketertarikan dan memaparkan profil perusahaan. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: