JAKARTA. Investor yang menanti izin akuisisi bank dari Bank Indonesia (BI) silakan bersiap merapat ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejalan dengan pengalihan kewenangan pengawasan dan pengaturan perbankan, proses perizinan akuisisi juga akan dilimpahkan BI ke OJK. Hingga saat ini, banyak investor yang ingin meminang bank lokal menanti restu BI (lihat tabel). Namun, menjelang masa transisi, BI tak juga memberikan restu kepada para investor. Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan pada prinsipnya investor asing dapat berperan dalam industri perbankan nasional. Namun, peran tersebut harus harus dilaksanakan secara proporsional, resiprokal, dan memberi manfaat bagi perekonomian. "Dalam hal ini, perlu kesepahaman dan komitmen otoritas antar negara untuk memastikan kesetaraan dari sisi market access maupun national treatment dan cross border supervision yang memadai," ucap Agus
Namun, BI masih berbaik hati. Pada Pertemuan Tahunan Perbankan, Kamis (14/11) pekan lalu, Agus mengatakan, investor yang mengajukan izin akuisisi bank di dalam negeri harus memperbaiki kinerja bank yang akan mereka caplok. BI memberikan waktu selama tiga bulan bagi bank untuk memperbaiki kinerjanya. Jika kinerja cemerlang, BI akan memberikan izin. Investor memang memiliki waktu tiga bulan. Namun, waktu yang dimiliki oleh BI sebagai pengawas perbankan kurang dari dua bulan lagi. Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, menyatakan, BI akan memindahkan pengawasan serta pengaturan dan perizinan perbankan ke OJK per 31 Desember 2013. Pertanyaannya, bagaimana dengan proses perizinan akuisisi? Halim menjelaskan, kalau ada proses yang belum selesai hingga pengalihan tugas, OJK lah yang akan menyelesaikan persoalan tersebut. "Kalau hal bersifat makroprudential diselesaikan bersama," kata Halim. Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, mengatakan OJK siap menerima limpahan proses perizinan akuisisi. Namun, ia meminta beberapa catatan yang harus dilengkapi BI. Salah satunya data pendukung. Muliaman bilang, peralihan izin akuisisi bank dari BI ke OJK tidak akan mengubah aturan apapun. "Saat serah terima nanti, kami baru bisa melihat apa yang masih tertunda," kata Muliaman. Yang jelas, Muliaman menegaskan, akuisisi bank di Indonesia harus berdasarkan asas resiprokal. Karena itu, kelancaran proses perizinan akuisisi juga tergantung dukungan otoritas negara asal calon investor. Menurutnya, asas resiprokal harus berjalan. OJK membutuhkan data dan dukungan otoritas calon investor. "Kalau bank lokal ingin berkekspansi di negara mereka, mereka juga harus membuka," tegas Muliaman. Persetujuan RBB Tidak hanya perizinan rencana akuisisi, kewenangan perizinan rencana bisnis bank (RBB) tahun 2014 tampaknya juga akan dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun, RBB disusun saat periode pengawasan perbankan masih di tangan Bank Indonesia (BI). Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, mengatakan bank harus menyerahkan RBB tahun 2014 kepada BI paling lambat akhir November 2013. Namun, proposal tersebut tak langsung disetujui bank sentral. BI membutuhkan waktu menganalisis dan mengoreksi rencana tersebut.
Biasanya, proses tersebut berlangsung hingga bulan Desember atau bulan Januari. "Kalau analisis dan koreksi selesai Januari 2014, OJK nantinya yang akan memberikan persetujuan RBB," kata Difi. Selain itu, pada akhir semester I, RBB biasanya akan dianalisis dan dikoreksi ulang. Dalam kasus ini, kata Difi, OJK yang memberikan persetujuan. Meski persetujuan diberikan OJK, OJK nanti akan berbagi data RBB kepada BI. Sebab, RBB biasanya mencakup data makro dan data mikro. OJK erkepentingan terhadap data mikro seperti rencana akuisisi atau aksi korporasi dan rencana pemenuhan ketentuan yang ada. Sementara, BI berkepentingan terhadap data makro seperti rencana ekspansi kredit perbankan, rencana penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan rencana pinjaman luar negeri bank. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: A.Herry Prasetyo