KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski masa kerjanya diperpanjang, capaian kinerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) masih jauh dari target. Pasalnya, hingga semester I-2024, Satgas BLBI mencatat perolehan aset sebesar 44,7 juta meter per segi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 38,2 triliun. Angka ini baru setara 34,59% dari kewajiban sebesar Rp 110,45 triliun. Artinya, sejak dibentuk pada tahun 2021, perolehan Satgas BLBI belum mencapai 50% dari kewajiban.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan bahwa pencapaian Satgas BLBI tersebut masih jauh dari harapan.
Baca Juga: Baru 35% Utang BLBI yang Balik ke Negara "Hal tersebut memang cukup mengecewakan. Pertama karena waktunya sudah lama. Kedua karena angka yang dihasilkan masih jauh dari harapan," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Minggu (7/7). Menurutnya, kedua hal tersebut membuktikan bahwa masalah BLBI memang cukup kompleks, yakni perpaduan antara
moral hazard para pihak yang terlibat dan menarik kepentingan ekonomi politik yang cukup kuat di dalam kasus tersebut. Ronny mengatakan, jika pemerintah Indonesia serius mengurus masalah tersebut, maka Satgas BLBI harus dirombak ulang. Misalnya diisi oleh pihak yang bebas dari kepentingan ekonomi politik para pihak yang terlibat di dalam kasus BLBI dan lebih kompeten dalam mengatasi kasus tersebut. Tidak hanya itu, Satgas BLBI juga harus merumuskan strategi baru yang dipaparkan kepada publik sekaligus dengan rencana capaian, baik angka maupun jangka waktu. Hal ini bertujuan agar publik bisa meminta pertanggungjawaban Satgas BLBI di kemudian hari dan menilai kinerjanya. "Terakhir, komitmen dan
political will dari para pemimpin nasional untuk menyelesaikan masalah BLBI ini, mulai dari presiden, para menteri terkait dan dukungan parlemen," katanya.
Baca Juga: Hingga Akhir 2023, Total Aset Negara Capai Rp 13.072,8 Triliun Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengakui bahwa target sebesar Rp 110,45 triliun sebenar cukup sulit untuk dicapai oleh Satgas BLBI. Hal ini bukan tanpa alasan, Huda melihat obligor/debitur BLBI bukanlah orang sembarangan. "Dari targetnya saja sebenarnya cukup berat bagi satgas untuk mengembalikan piutang negara dari obligor BLBI. Lawannya bukan kaleng-kaleng juga kan, yang pada akhirnya pembayaran berdasarkan negosiasi," katanya. Oleh karena itu, Huda bilang, penguatan kelembagaan Satgas BLBI diperlukan. Kemudian, yang tidak kalah penting adalah moratorium pembayaran bunga obligor yang jumlahnya puluhan triliun. "Ini yang akhirnya semakin memberatkan APBN. Pemerintah perlu negosiasi ke obligor-obligor ini untuk memoratoriumkan hal ini," terang Huda.
Baca Juga: Target Masih Jauh, Satgas BLBI Minta Perpanjangan Masa Tugas Hingga 2025 Sebelumnya, Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa masa kerja Satgas BLBI akan kembali diperpanjang hingga tahun 2025 mendatang. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penanganan dan pemulihan hak tagih negara atas sisa piutang negara maupun aset properti. "Masih banyak aset yang harus kita selesaikan dan ini tentunya juga kita memerlukan perpanjangan dari satgas ini untuk bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang kita lakukan terhadap obligor maupun debitur," kata Hadi.
Hadi menyebut, saat ini pihaknya tengah menyiapkan rancangan aturan dalam bentuk peraturan presiden (perpres) yang substansinya merupakan kolaborasi berbagai kementerian/lembaga (K/L) untuk menuntaskan hak tagih negara yang belum diselesaikan oleh para obligor dan debitur. Di samping itu, Hadi juga meminta Satgas BLBI untuk melengkapi ketentuan pasal 26 ayat 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 yang implementasinya untuk segera memanfaatkan dan mendayagunakan aset yang dikuasai BLBI agar bernilai ekonomis. "Oleh karena itu perlu terobosan untuk memanfaatkan dan mendayagunakan aset sitaan BLBI agar bernilai ekonomis bagi negara. Sekaligus sebagai upaya mengurangi kewajiban para obligor atau debitur," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati