JAKARTA. PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum merencanakan dana belanja modal atau
capital expenditure (
capex) sebesar US$ 3 miliar. Itu adalah dana belanja modal untuk pengembangan industri hulu dan hilir tahun 2017 hingga lima tahun ke depan.Inalum akan menggunakan dana capex tadi secara bertahap. AlokasiĀ
capex tahun ini dan tahun depan misalnya, masing-masing sebesar US$ 150 juta dan US$ 340 juta. Sebagai perbandingan, realisasi penggunaan
capex tahun lalu sebesar US$ 90 juta.Khusus tahun ini, kas internal menjadi sumber pasti pemenuhan
capex. Adapun alternatif lain yakni pinjaman perbankan dan penerbitan surat utang.
Perkiraaan sementara Inalum, nilai emisi obligasi sebesar US$ 300 juta. Namun, Inalum tak akan merealisasikan penerbitan surat utang jika pasar tak mendukung. Dus, ada kemungkinan penerbitan obligasi justru menjadi sumber
capex tahun depan. "Memang ada pertimbangan tapi kalau menerbitkan sekarang terus kebutuhan tahun depan itu kami membayar bunga setahun. Jadi risikonya harus kami pikirkan," ujar Oggy Achmad Kosasih, Direktur Keuangan PT Indonesia Asahan Aluminium, Rabu (22/3). Adapun salah satu tujuan penggunaan
capex tahun ini untuk mendukung pembangunan pabrik smelter grade alumina (SGA). Target operasional fasilitas pengolahan mineral mentah itu tahun 2020. SGA merupakan proyek kerja sama antara Inalum dengan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Lewat SGA, Inalum punya mimpi, kelak tak lagi mengandalkan alumina impor. Selama ini, perusahaan tersebut membeli alumina, bahan baku pembuatan aluminium dari Australia dan India. Kalau sudah bisa memproduksi alumina sendiri, Inalum berharap pada tahun 2020 nanti bisa menghasilkan 500.000 ton aluminium. Target selanjutnya adalah, volume produksi aluminium pada tahun 2025 meningkat menjadi 1 juta ton. Sementara pada industri hilir, Inalum mengawal pembangunan pabrik billet dan aloy. Kalau tak meleset, mulai Mei 2017 perusahaan tersebut mengoperasikan pabrik billet dan alloy perdana berkapasitas 60.000 ton. Informasi saja, billet dan alloy merupakan bahan pembuat pelek mobil, blok mesin dan konstruksi rumah. Ekspansi ke Kalimantan Selain mengembangkan industri hulu dan hilir, Inalum akan menggunakan
capex untuk meningkatkan teknologi. Maklum, teknologi di pabrik mereka sudah uzur karena buatan sekitar tahun 1980. Pemasangan teknologi anyar bisa mendukung peningkatan kemampuan produksi Inalum. "Kami bisa meningkatkan dari saat ini 260.000 ton menjadi 300.000 ton," kata Oggy. Asal tahu saja, perusahaan manufaktur masih menjadi penyerap terbesar produk Inalum. Sementara wilayah penjualan terbesar berada di Medan, Jakarta dan Surabaya. Total, ada lebih dari 87 pabrikan yang tercatat menjadi konsumen.
Sembari menjalankan agenda bisnis tahun ini, Inalum mematangkan rencana ekspansi pabrik ke Kalimantan Utara pada tahun 2021. Mereka juga bermaksud membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di sana. Hitung-hitungan Inalum, PLTA memungkinkan tarif listrik dengan harga kurang dari US$ 0,04 per kwh. Kondisi tersebut positif menekan untuk biaya produksi. Sebab, untuk memproduksi 1 ton aluminium saja, Inalum membutuhkan pasokan listrik sebesar 14.000 Kwh. Kalau rencana berjalan mulus, Inalum akan membangun PLTA terlebih dahulu. "Kami tunggu dari PLN, tetapi kalau dari sisi serapan itu kami menyerap sampai 1.000 MW (megawatt)," ungkap Oggy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini