Capital inflow bisa lebih besar lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mencatatkan arus modal asing yang masuk alias capital inflow ke pasar keuangan dalam negeri cukup besar. Hal ini menandakan persepsi investor terhadap kondisi Indonesia cukup baik.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyatakan, net inflow sejak awal 2018 hingga akhir pekan lalu tembus US$ 2 miliar. Meski tak menyebut lebih rinci, Dody bilang, angka itu lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

"(Pada periode yang sama tahun 2017) di sekitar US$ 2 miliar juga, tetapi lebih rendah dibanding tahun ini," kata Dody kepada Kontan.co.id, Minggu (21/1). Ia menyebut, tingginya capital inflow dipengaruhi oleh prospek ekonomi Indonesia yang terus membaik dan tingkat pengembalian (return) yang cukup kompetitif.


Besarnya inflow tampak pada penurunan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) yang terus menurun. Pada 4 Januari 2018 misalnya, yield SBN tenor 10 tahun ada di level 6,15%, turun dibanding sehari sebelumnya yang sebesar 6,24%. Padahal, pada 29 Januari 2017, masih ada di level 6,29%.

Kurs rupiah juga bergerak stabil. Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah pada pekan pertama Januari 2018 bergerak di kisaran Rp 13.400-Rp 13.500 per dollar Amerika Serikat (AS). Di pekan kedua Januari 2018, rupiah menguat ke level Rp 13.330 per dollar AS.

Ekonom Samuel Aset Manjamen Lana Soelistianingsih mengatakan, masih ada dana yang cukup besar di negara-negara emerging market. Sehingga, tidak hanya Indonesia yang merasakan besarnya capital inflow. "Paling tidak di semester pertama tahun ini," kata Lana.

Ia menyebut, inflow di pasar saham di awal tahun ini cukup besar. Hal itu membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beberapa kali mencetak rekor. Sejak awal tahun hingga 18 Januari 2018, akumulasi kenaikan IHSG mencapai 117,01 poin atau setara 1,84% ke level 6.472.

Di pasar obligasi, besaran capital inflow akan sangat tergantung pada penilaian Moody's. Sepanjang tahun lalu saja, lanjutnya, inflow ke pasar obligasi naik US$ 13 miliar karena adanya kenaikan peringkat dari Standard and Poor's (S&P) dan Fitch Ratings.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga memperkirakan, minat investor asing terhadap Indonesia bisa lebih baik lagi. Apalagi, ada kemungkinan Indonesia juga masuk ke Bloomberg Barclay's US Agregat Index Bonds. "Bisa sampai US$ 4 miliar-US$ 5 miliar yang masuk," kata David.

Meski begitu, kondisi global di akhir tahun perlu diwaspadai, utamanya kenaikan suku bunga The Fed. Jika ekonomi AS tumbuh kuat, bisa jadi kenaikan suku bunga acuan The Fed lebih ekspansif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini