Capres Taiwan dari Partai Berkuasa Berjanji Akan Lebih Dekat dengan Tiongkok



KONTAN.CO.ID - Lai Ching-te, kandidat presiden Taiwan dari partai berkuasa, Partai Progresif Demokratik (DPP), berjanji akan mengupayakan perdamaian dan menjalin hubungan lebih dekat dengan Tiongkok dalam kampanyenya.

Di sisi lain, Tiongkok telah lama mengecam Lai sebagai seorang separatis dan memperingatkan bahwa segala upaya untuk mendorong kemerdekaan Taiwan sama dengan memunculkan konflik.

Kendati demikian, Lai berjanji untuk mencoba menjalin hubungan dengan Tiongkok. Menurutnya, dialog dapat mengurangi risiko keamanan di Selat Taiwan dan mengupayakan perdamaian adalah hal terpenting yang harus dilakukan kedua pihak.


"Perdamaian sangat berharga dan perang tidak ada pemenangnya. Namun, menerima usulan satu prinsip Tiongkok bukanlah perdamaian sejati. Perdamaian tanpa kedaulatan sama seperti Hong Kong. Ini adalah perdamaian palsu," kata Lai, dikutip Reuters.

Baca Juga: Konflik dengan China Dominasi Suasana Kampanye Pemilu Taiwan

Lai menambahkan, dirinya akan terus membangun kemampuan pencegahan militer Taiwan jika terpilih karena yakin ketegangan geopolitik masih akan terus berlanjut.

Sejak pemilu terakhir pada tahun 2020, Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok telah meningkatkan latihan militer di sekitar Taiwan.

Tahun ini Lai, yang merupakan Wakil Presiden Taiwan, menjadi kandidat presiden yang diajukan DPP. Dalam serangkaian kampanyenya, Lai menekankan pentingnya memenangkan mayoritas suara di parlemen agar Taiwan bisa menanggapi tantangan Tiongkok.

Lai juga menegaskan dirinya akan melanjutkan arah kebijakan Presiden Tsai Ing-wen, salah satunya adalah mengupayakan dialog dengan Tiongkok dan selalu mendapatkan penolakan.

Baca Juga: Abaikan Peringatan Taiwan, Balon Udara Tiongkok Terus Terbang di Atas Selat Taiwan

"Pemilu ini akan menunjukkan bukti komitmen kami terhadap demokrasi, sekaligus mencatat bahwa dugaan campur tangan Tiongkok dalam pemilu kali ini adalah yang paling serius," kata Lai.

Menjelang pemilu akhir pekan ini, Taiwan terus menemukan indikasi adanya gangguan dari Tiongkok. Salah satunya adalah hadirnya balon udara Tiongkok di Selat Taiwan.

Kementerian Pertahanan Taiwan menggambarkan balon-balon itu sebagai perang psikologis Tiongkok, meski tidak secara langsung mengatakan bahwa balon-balon itu digunakan untuk tujuan mata-mata.