Cara Bea Cukai tertibkan impor ilegal



JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi bersama dengan jajaran lembaga lainnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi menyatakan sinergi penertiban impor berisiko tinggi dilakukan mulai dari memperkuat pemeriksaan. Pemeriksaan baik dari segi fisik, soal jumlah dan jenis barang maupun dokumen soal harga.

"Nah ini, semua kami lakukan secara sinergi mulai dari pengumpulan informasinya kemudian identifikasi resikonya sampai kemudian pengawasannya. Misal, dengan Ditjen Pajak, kami bisa tanya informasi, benar atau tidak transaksinya seperti itu. Apakah harganya juga segitu," ujarnya di Kantor Pusat DJBC, Rabu (12/7).


Setelah mendapat informasi yang mengerucut dan kredibel, petugas akan melakukan pemeriksaan mendalam di sejumlah pelabuhan utama. Pelabuhan utama yang difokuskan, meliputi Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan, maupun Cikarang.

Dan ada juga operasi pengawasan di sepanjang pesisir Sumatera yang berbatasan dengan Selat Malaka. Karena ditakutkan, oknum importir nakal akan melarikan barangnya ke pelabuhan kecil atau biasa disebut pelabuhan tikus. "Biasanya strateginya begitu. Maka kami juga berencana menutup pelabuhan tikis," ujar Heru.

Menurutnya, dari keterangan itulah, pihak DJBC kemudian mengambil kesimpulan, apakah akan ditindaklanjuti dengan instrumen fiskal atau dengan tindak pidana.

“Misalnya, dia harus membayar kekurangan dan denda. Kalau ada tindak pidana kita akan tindak lanjuti bersama Kejaksaan, soal penuntutan," terangnya.

Impor beresiko tinggi, menurut Heru bisa terjadi pada semua jenis barang dan di beberapa titik masuk. "Yang kita sebut dengan risiko tinggi baik dari sisi barangnya, sisi pelakunya maupun dari sisi daerahnya," ujarnya.

Di samping itu, selama ini, banyak terjadi praktik pembuatan dokumen yang undervalue. Di situlah impor dianggap berisiko tinggi. Pasalnya, karena data tidak transparan, berpotensi pada tindakan korupsi, ujung-ujungnya akan merugikan negara.

Heru menjelaskan, dokumen-dokumen yang tidak tertib dari aspek kepabeanan dan perpajakan bakal ditutup aksesnya. Sedangkan dari sisi operasional, aparat DJBC Alan turun ke lapangan untuk memastikan apakah praktiknya sesuai dengan aturan atau tidak.

"Meskipun sekarang administratif perusahaan-perusahaan itu sudah baik, tapi bisa saja dari operasionalnya masih saja melanggar," jelasnya.

Ia mengharapkan perlindungan industri dalam negeri dan perusahaan-perusahaan yang baik semakin cepat dilakukan.

DJBC mencatat, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sepanjang semester I 2017 (update 30 Juni 2017) mencapai Rp 61,7 triliun atau sekitar 32,2% dari target APBN, yakni sebesar Rp191,2 triliun.

Penerimaan itu berasal dari penerimaan cukai yang mencapai Rp 44,3 triliun, bea masuk sebesar Rp15,6 triliun dan bea keluar sebesar Rp1,6 triliun.

Dalam kesempatan tersebut, DJBC juga telah memungut PPN impor sebesar Rp67,4 triliun, PPnBM impor sebesar Rp2,1 triliun dan PPh Pasal 22 impor sebesar Rp21,2 triliun.

Total penerimaan kepabeanan dan cukai serta pajak dalam rangka impor yang dipungut oleh otoritas bea dan cukai hingga 30 Juni 2017 mencapai Rp152,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto