KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengurus perizinan usaha, dokumen bisnis, maupun perjanjian dagang juga dokumen lain kini tidak perlu lagi mengunjungi kantor hukum dan sejenisnya. Lewat start up yang menyediakan jasa urusan penyelesaian dokumen, semua urusan tersebut bisa terselesaikan lewat layanan aplikasi dari start up bidang tersebut. Ambil contoh aplikasi PopLegal yang mulai beroperasi Maret 2016. Kalau Anda ingin membuat dokumen perjanjian bisnis, tinggal masuk ke situs PopLegal saja dan mengisi data di formulir yang sudah tersedia. Setelah lengkap, pihak PopLegal, yang dibantu notaris, langsung memberikan dokumen perjanjian yang bisa diunduh pengguna. Dimas Prasojo, Founder dan Presiden Direktur PopLegal menjelaskan sistem kerja dari aplikasi tersebut merupakan kombinasi antara memberikan jasa hukum terutama menyangkut administrasi hukum dengan alur teknologi, atau bisa juga secara manual, artinya masih bertatap muka dengan konsultan hukum. "Karena masyarakat Indonesia belum sepenuhnya siap dalam menerima pelayanan jasa hukum yang sepenuhnya berbasis teknologi," kata Dimas kepada KONTAN.
Cara gambang mengurus dokumen hukum via start up pengurusan dokumen
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengurus perizinan usaha, dokumen bisnis, maupun perjanjian dagang juga dokumen lain kini tidak perlu lagi mengunjungi kantor hukum dan sejenisnya. Lewat start up yang menyediakan jasa urusan penyelesaian dokumen, semua urusan tersebut bisa terselesaikan lewat layanan aplikasi dari start up bidang tersebut. Ambil contoh aplikasi PopLegal yang mulai beroperasi Maret 2016. Kalau Anda ingin membuat dokumen perjanjian bisnis, tinggal masuk ke situs PopLegal saja dan mengisi data di formulir yang sudah tersedia. Setelah lengkap, pihak PopLegal, yang dibantu notaris, langsung memberikan dokumen perjanjian yang bisa diunduh pengguna. Dimas Prasojo, Founder dan Presiden Direktur PopLegal menjelaskan sistem kerja dari aplikasi tersebut merupakan kombinasi antara memberikan jasa hukum terutama menyangkut administrasi hukum dengan alur teknologi, atau bisa juga secara manual, artinya masih bertatap muka dengan konsultan hukum. "Karena masyarakat Indonesia belum sepenuhnya siap dalam menerima pelayanan jasa hukum yang sepenuhnya berbasis teknologi," kata Dimas kepada KONTAN.