KONTAN.CO.ID -Jumlah pengguna ponsel yang terus mekar di Indonesia membuat bisnis menara kian menjulang tinggi. Saat perusahaan telekomunikasi rajin ekspansi layanan, mereka makin banyak membutuhkan menara. Untuk mengimbangi kebutuhan menara ini, perusahaan jasa penyewaan menara gesit menggelar ekspansi. Salah satu perusahaan menara yang getol menambah jumlah koleksi menara mereka adalah PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. Perusahaan yang berdiri tahun 2003 tersebut ingin menambah 2.400 menara sampai akhir tahun ini. Adapun sampai akhir Juni 2017, jumlah menara yang sudah mereka bangun berjumlah 1.800 unit. “Satu menara investasinya sekitar Rp 1 miliar,” kata Herman Setya Budi, Presiden Direktur PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. Dengan hitungan Rp 1 miliar per menara, sampai Juni, TBIG setidaknya telah membelanjakan uang senilai Rp 1,8 triliun. Tahun ini emiten yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham TBIG ini mengalokasikan belanja modal alias capital expenditure senilai Rp 2 triliun sampai Rp 2,5 triliun.
Penambahan menara baru di semester pertama menambah jumlah menara yang dioperasikan oleh TBIG. Herman bilang, sampai Juni 2017, TBIG mengoperasikan 13.000 menara dengan jumlah penyewa 23.000 penyewa. Jumlah menara yang dibangun diproyeksikan akan terus bertambah seiring kenaikan pengguna ponsel dan kenaikan jumlah pemakaian data. “Pemakaian data 4G sangat tinggi, sehingga akan membutuhkan tambahan menara-menara baru,” kata Herman. Untuk mengejar target penambahan menara baru tahun ini, selain membangun menara baru, Herman bilang, TBIG punya strategi tersendiri agar pertambahan menara baru bisa lebih cepat, yakni membeli atau mengakuisisi menara milik perusahaan lain termasuk kompetitor. Namun, cara ini punya banyak tantangan. Sebab, jumlah perusahaan menara yang beroperasi tidaklah banyak. “Pertimbangan lainnya adalah, apakah perusahaan tersebut mau jual menaranya atau tidak?” jelas Herman. Salah satu perusahaan menara yang menjadi incaran TBIG adalah PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR). Saat ini, TBIG masih melakukan penjajakan agar sukses melamar SUPR tersebut. Namun, usaha TBIG mengakuisisi sebagian saham SUPR tak semudah yang dibayangkan. Sebab, ada perusahaan menara lain yang juga berminat meminang SUPR. Tak hanya ada SUPR yang melintas di pelupuk mata. Manajemen TBIG juga punya pilihan akuisisi perusahaan menara independen skala kecil. Perusahaan menara independen itu biasanya memiliki 100 sampai dengan 200 menara. “Pemain menara skala kecil ini ada banyak, dan kami masih mencari yang murah dari sisi investasi,” jelas Herman. Dalam catatan KONTAN, TBIG memiliki pengalaman dalam mengakuisisi sejumlah perusahaan jasa penyewaan menara, seperti akuisisi perusahaan menara Infratel tahun 2011 dan akuisisi 2.500 menara milik Indosat pada tahun 2012. Telkom ikut masuk? Meski berambisi besar tahun ini, namun sampai tengah tahun 2017 kinerja perseroan ini tidak terlalu memuaskan. Pendapatannya di paruh pertama 2017 hanya naik 6,7% jadi Rp 1,94 triliun. Adapun laba bersih TBIG tercatat Rp 495 miliar atau turun 51% ketimbang laba periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 1 triliun. Adapun pelanggan yang memakai jasa menara TBIG berasal dari PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dengan porsi 45%, setelah itu Indosat 23%, XL Axiata 13,69%, Hutchison 3 Indonesia 9,7%. Sisanya berasal dari Smartfren Telecom, Internux dan Telekomunikasi Indonesia (Telkom). “TBIG membukukan pertumbuhan pendapatan seiring penambahan tenant dari Telkomsel,” kata Kresna Hutabarat, Analis dari Mandiri Sekuritas. Saat pendapatan naik, namun laba bersih TBIG justru mengendur di bawah ekspektasi analis. Meski demikian, Kresna menilai, tahun ini TBIG bisa menambah pendapatan dengan menambah 2.700 tenant baru sampai akhir tahun. Saat bisnis menara tumbuh positif, pebisnis layak untuk harap-harap cemas jikalau perusahaan telekomunikasi seperti Telkom ikut nimbrung di bisnis ini. Reuters melaporkan, Telkom punya peluang terjun ke bisnis menara dengan akuisisi perusahaan menara seperti SUPR. Jika hal ini terjadi, maka persaingan bisnis menara bakal kian sengit. Tak hanya itu, rebutan penyewa bakal terjadi.
Jika perusahaan telekomunikasi seperti Telkom nimbrung, kondisi ini tentu menjadi ancaman bagi TBIG yang notabene punya pelanggan anak usaha dari Telkom. Akan tetapi Herman sangsi hal itu terjadi, mengingat bisnis menara adalah bisnis padat modal yang butuh investasi besar. “Jika perusahaan telekomunikasi bisnis menara, nantinya malah tidak efisien,” jelas Herman. Menurut Herman yang terjadi justru sebaliknya, perusahaan telekomunikasi mengalihkan bisnis menaranya ke perusahaan menara. Seperti yang pernah dilakukan Indosat dan Xl Axiata. “Alasannya untuk efisiensi,” jelas Herman. Untuk diketahui, TBIG kini tidak hanya membangun menara konvensional, tetapi juga sudah membangun menara dengan karakter yang bisa kamuflase. “Penampakannya bisa seperti pohon atau menara air, tugu, atau wujud lain sesuai permintaan. Tapi fungsinya sama, sebagai infrastruktur telekomunikasi,” kata Herman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Syamsul Azhar