Careem dan Splyt siap menantang Uber



SAN FRANCISCO. Bisnis transportasi online (daring) makin sengit dengan munculnya pemain baru. Careem Inc, layanan transportasi online yang berbasis di Dubai ini, siap menjadi pesaing Uber Technologies Inc.

Dalam pernyataan resminya, Careem akan berkongsi dengan Yidao Yongce asal China untuk melayani transportasi lokal dan internasional. Menggandeng perusahaan rintisan (start up) yang berbasis di London, Splyt Technologies Ltd, ketiganya akan bersinergi untuk mengkoordinasikan armada transportasi.

Aplikasi tersebut juga dapat digunakan saat berpergian ke luar negeri, tanpa perlu mengunduh aplikasi terbaru. Aplikasi itu sebenarnya hampir mirip dengan yang dimiliki Uber.


Uber memang lebih dahulu memiliki aplikasi tunggal sehingga pelanggan dapat menggunakannya di seluruh dunia untuk mendapat layanan. Hanya saja, Splyt berusaha melengkapinya dengan lebih cepat, semisal layanan pemesanan dan pembayaran di negara lain.

Chief Executive Officer (CEO) Splyt Philipp Mintchin bilang, teknologi perusahaannya, menghubungkan klien dengan mitra (pengemudi), memilih kendaraan yang tersedia sesaat setelah kliennya tiba di negara tujuan.

Kelebihan lain yang dimiliki Splyt adalah jaringan perusahaan yang memegang rekening bank lokal dengan mata uang regional. Sehingga tidak menjadi persoalan dalam pembayaran dengan mata uang berbeda. "Kami memperoleh uang dari komisi pertukaran mata uang," kata Mintchin seperti dikutip Bloomberg, Senin (20/3).

Layanan tujuh negara

Mintchin mengatakan memiliki 3,5 juta armada mobil dengan tujuh layanan antara lain di Timur Tengah, China, Amerika Selatan, Prancis, Polandia, Belgia dan Nigeria yang terhubung dengan platform itu. Dalam enam bulan ke depan, akan ada tambahan mitra lain dari Rusia dan Jepang.

Kehadiran Splyt membuat persaingan transportasi online makin ketat. Seperti diketahui sejumlah penantang Uber seperti Didi, Lyft Inc. lalu di Asia Tenggara ada Grab dan Ola di India.

Disisi lain, Uber juga sedang dalam kondisi kacau pasca kepergian Presiden Direktur Jeff Jones. Jones mengundurkan diri setelah tujuh bulan bergabung dengan Uber dengan alasan tidak lagi memiliki kesamaan persepsi bisnis.

Tidak hanya Jones, Wakil Presiden Uber Urusan Bisnis dan Peta Brian McClendon juga bersiap angkat kaki pada akhir bulan ini. "Saya akan menjadi penasihat," kata McClendon kepada Reuters.

Mundurnya petinggi Uber bukan tanpa sebab. Startup yang tumbuh dengan agresif ini babak belur dalam sejumlah kontroversi. Paling menghebohkan adalah postingan di sebuah blog mantan karyawan Uber, bulan lalu, yang menulis kerap terjadi pelecehan seksual di tempat kerjanya. Kasus lain adalah keluhan pemotongan tarif yang dibayarkan Uber. Persoalan hukum yang dihadapi Uber pun tak kalah banyak.

Editor: Rizki Caturini