"Sorry guys, enggak bisa bawa oleh-oleh... bagasinya mehong, booo..." Pesan semacam ini semakin kerap muncul di grup-grup WhatsApp atau Line sejak maskapai penerbangan berbiaya murah (low cost carrier) mencabut fasilitas bagasi gratis 20 kg. Bukannya pelit, namun biaya bagasi kini bisa lebih mahal daripada harga camilan atau benda kerajinan yang dibawa. Pencabutan bagasi gratis itu memang berbuntut panjang. Bukan soal tuduhan pelit atau teman dan kerabat yang kecewa tak jadi dapat oleh-oleh, tapi banyak pelaku usaha yang terpukul. Yang paling terdampak tentu saja bisnis oleh-oleh yang belakangan marak di daerah-daerah tujuan wisata. Pengusaha toko oleh-oleh di Palembang, Padang, Solo hingga Jogja, misalnya, menjerit lantaran penjualan mereka anjlok 30%.
Cari cara baru
"Sorry guys, enggak bisa bawa oleh-oleh... bagasinya mehong, booo..." Pesan semacam ini semakin kerap muncul di grup-grup WhatsApp atau Line sejak maskapai penerbangan berbiaya murah (low cost carrier) mencabut fasilitas bagasi gratis 20 kg. Bukannya pelit, namun biaya bagasi kini bisa lebih mahal daripada harga camilan atau benda kerajinan yang dibawa. Pencabutan bagasi gratis itu memang berbuntut panjang. Bukan soal tuduhan pelit atau teman dan kerabat yang kecewa tak jadi dapat oleh-oleh, tapi banyak pelaku usaha yang terpukul. Yang paling terdampak tentu saja bisnis oleh-oleh yang belakangan marak di daerah-daerah tujuan wisata. Pengusaha toko oleh-oleh di Palembang, Padang, Solo hingga Jogja, misalnya, menjerit lantaran penjualan mereka anjlok 30%.