KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga konsultasi bisnis dan investasi Castle Asia memprediksi prospek perekonomian Indonesia ke depan cukup membaik, setidaknya untuk periode 2019-2024. Penilian Castle Asia ini tak terlepas atas kemenangan Presiden Joko Widodo untuk periode kedua pemerintahannya versi hitung cepat. Investor menilai, kebijakan ekonomi strategis Presiden Jokowi ke depan tidak jauh berbeda dari kebijakannya lima tahun terakhir, yang fokus menggenjot sektor infrastruktur. Dalam laporannya
Political Pulse: Jokowi's Victory-The Next Five Years, Kamis (25/4), Castle Asia menilai sejatinya tidak ada perbedaan signifikan dari kampanye program dan kebijakan ekonomi yang ditunjukkan oleh Joko Widodo sebagai petahana dan Prabowo Subianto sebagai penantang dalam Pemilihan Presiden tahun ini.
"Hanya ada perbedaan gaya, bukan substansi. Kebijakan keduanya sama-sama nasionalis, mengutamakan peran pemerintah dalam hal keuangan, perdagangan, dan investasi domestik ketimbang peran sektor swasta," terang Castle Asia. Castle Asia menilai, kecilnya kemungkinan perubahan kebijakan ekonomi dalam periode pemerintahan ke depan menjadi hal yang melegakan, sekaligus menantang. Melegakan lantaran Castle Asia memandang, pemerintah akan tetap konsisten memprioritaskan pembangunan infrastruktur untuk mengurai permasalahan konektivitas, logistik, hingga kelistrikan yang selama ini menjadi hambatan perekonomian. Kendati begitu, pembangunan ke depan tak terlepas dari tantangan, terutama terkait anggaran yang semakin mengetat di tengah besarnya alokasi untuk belanja sosial, seperti di antaranya anggaran untuk sektor kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Pendanaan akan tetap menjadi kendala utama. Satu-satunya solusi adalah penerapan kemitraan publik-swasta yang signifikan, khususnya antara pemerintah dan pelaku usaha asing," terang Castle Asia. Di sisi lain, negara yang memiliki selera besar terhadap proyek-proyek infrastruktur Indonesia seperti China dan Jepang tengah menghadapi persoalan keuangannya sendiri. Sementara, untuk mendapat pendanaan internasional swasta, tidak banyak proyek yang memenuhi kriteria tingkat transparansi, kepastian kontrak dan pengembalian finansial yang sesuai dengan investor swasta. "Sampai pemerintah memecahkan masalah ini, investor asing akan tetap ter-kesampingkan, investasi infrastruktur akan tetap jauh di bawah target dan pertumbuhannya akan tetap terhambat oleh tingginya biaya dan kualitas rendah," terangnya. Belum lagi, Castle Asia memandang, keterlibatan asing dalam pembangunan dan perekonomian kerap dianggap mencederai nasionalisme di Indonesia, ketimbang keberhasilan di era globalisasi. Terkait hal ini, Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Herman Juwono sebelumnya juga menilai, pemerintah lebih baik melonggarkan pembangunan infrastruktur di periode selanjutnya. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk memberi ruang alokasi untuk kesejahteraan sosial, pendidikan vokasi, hingga ekonomi kreatif dan ekonomi digital.
Adapun secara garis besar, Castle Asia meyakini pemerintah ke depan akan tetap melanjutkan upayanya untuk membuat sistem lebih efektif, meski tetap didominasi oleh sektor publik. Castle Asia juga melihat rezim fiskal yang dikelola dengan baik akan terus berlanjut untuk mempertahankan laju pertumbuhan pada level 5%, meski dengan tingkat ekspor dan investasi langsung asing yang tetap kecil. Senada, Herman juga melihat kondusivitas perekonomian semestinya tetap terjaga dalam periode pemerintahan selanjutnya. Stabilitas kebijakan pemerintah juga harusnya menjaga iklim usaha dan investasi sehingga bisa tumbuh lebih baik di tahun-tahun mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli