Catalunya berunding dengan pemerintah Spanyol



KONTAN.CO.ID - BARCELONA. Pemimpin Catalunya membatalkan pernyataan kemerdekaan dari Spanyol, Selasa (10/11). Carles Puigdemont, Presiden Catalunya memutuskan untuk kembali berunding dengan pemerintahan Spanyol. 

Puigdemont hanya membuat deklarasi simbolis mengklaim mandat untuk mulai memisahkan diri. Namun, menangguhkan langkah formal. Ucapannya mengecewakan pendukungnya yang telah berkumpul. Namun pidato tersebut memuaskan pasar keuangan dan mengerek euro.

Seorang pejabat Uni Eropa mengatakan, Puigdemont tampaknya telah mendengarkan saran untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak dapat diubah lagi. Wakil Perdana Menteri Spanyol Soraya Saenz de Santamaria menolak usulan pemimpin Catalunya untuk melakukan perundingan yang akan dilakukan oleh seorang mediator internasional. 


"Baik Puigdemont maupun orang lain tidak dapat mengklaim untuk memaksakan mediasi," ujar dia seperti dikutip Reuters. Pemerintah Spanyol akan bertemu pada Rabu (11/10) untuk memutuskan deklarasi Puigdemont. 

Spanyol bersikeras tidak akan melepas Catalunya. Menteri Keuangan Spanyol mengatakan, kemerdekaan Catalunya ilegal. "Ini ilegal, tidak rasional dan merugikan ekonomi Catalunya. Kami telah melihat keputusan yang diambil oleh banyak perusahaan," ujar dia seperti dikutip CNBC. Beberapa perusahaan Spanyol memilih memindahkan markas keluar dari Catalunya.

Sementara itu, para pendukung kemerdekaan menilai Catalunya adalah wilayah paling kaya. Wilayah ini menyumbang seperlima dari ekonomi Spanyol dan berkontribusi 25% dari total ekspor. Pajak yang dibayar juga mencapai 21% dari total pendapatan negara. 

Pendukung kemerdekaan, seperti dikutip  CNN menilai, dengan tidak lagi mentransfer pendapatan akan membuat anggaran Catalunya surplus. Catalunya juga menjadi tempat investasi menarik. Hampir sepertiga perusahaan asing yang berada di Spanyol memilih Barcelona sebagai pusat bisnisnya. 

Volkswagen dan Nissan misalnya, memiliki pabrik di dekat Barcelona. Namun ada risiko bahwa memilih untuk keluar dari blok akan menaikkan biaya ekspor barang.   

Editor: Avanty Nurdiana