KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, dua bank menengah berencana melakukan pengumpulan dana alias
fund raising untuk menopang rencana bisnis. Kedua bank tersebut yaitu PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) dan PT Bank Bukopin Tbk (
BBKP). Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko mengatakan tahun ini perseroan mengincar pengumpulan dana di pasar mencapai Rp 11,5 triliun hingga Rp 14 triliun. Salah satu rencana yang akan dilangsungkan dalam waktu dekat yaitu penerbitan surat utang lewat skema Efek Beragun Aset (EBA) Sintetik dengan nilai mencapai Rp 2 triliun. Untuk melancarkan rencana ini, BTN sudah menunjuk dua mitra yakni PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) dan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Namun, dalam rencananya ada beberapa hal yang perlu dibereskan oleh BTN lantaran EBA Sintetik perbankan belum diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kami sudah masukan permohonan, nanti izinnya terserah OJK akan menunggu aturan mainnya keluar atau sudah bisa dikeluarkan," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (2/4). Adapun, EBA BTN kali ini memiliki
underlying berupa arus kas mendatang (future cashflow) dari portofolio kredit perseroan. Selain EBA, ada pula rencana penerbitan surat utang alias obligasi berkelanjutan yang juga dikeluarkan tahun ini. Menurut Iman, BTN memiliki jatah Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) sebanyak Rp 5 triliun yang akan dihabiskan tahun ini. Selain kedua instrumen ini, BTN juga tengah menjajaki pendanaan melalui pinjaman bilateral. "Kebanyakan yang kasih (bilateral loan) dari SMF dan Bank BCA," katanya. BTN juga masih memiliki pinjaman dalam bentuk dolar AS sebanyak US$ 65 juta yang sudah ditarik pada akhir Maret 2019 lalu. Dana-dana tersebut akan dipakai untuk memperkuat likuiditas perseroan untuk mengejar pertumbuhan kredit sebesar 15% tahun ini. Bila dibutuhkan, BTN juga memiliki opsi untuk meluncurkan global bond sebanyak US$ 300 juta yang bisa dipakai sebagai dana cadangan (secondary reserve) perusahaan. "Sekarang
timing (global bond) sebenarnya bagus karena kuponnya lagi rendah,
yield mulai turun dan investor berekspektasi bahwa BI
rate akan turun," sambungnya. Dalam waktu dekat ini, rencananya Manajemen BTN akan mengajukan izin penerbitan
global bond ke Bank Indonesia dan OJK. Sementara itu, Bank Bukopin juga punya rencana penerbitan surat utang senilai maksimal Rp 3 triliun pada tahun ini. Sama seperti BTN, dana tersebut akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan permodalan perseroan untuk menggapai pertumbuhan kredit 8% dan laba Rp 400 miliar di 2019. Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin Rachmat Kaimuddin mengatakan surat utang tersebut akan meliputi obligasi sub ordinasi (subdebt) dengan total penghimpunan dana yang diincar berkisar antara Rp 1 triliun sampai Rp 1,5 triliun.
Rachmat menyebut, hal ini akan dieksekusi oleh perseroan pada semester I dan II tahun ini bila kondisi pasar stabil. Selain
subdebt, Bukopin juga berniat untuk menerbitkan KIK EBA dengan nilai sama yakni Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun di tahun ini. "Jadi ada dua,
subdebt di kuartal IV sebesar Rp 1 triliun - Rp 1,5 triliun. KIK EBA juga sebagian di kuartal II dan sebagian di kuartal III nilainya sama," katanya. Peluncuran EBA ini merupakan instrumen yang pertama kali diterbitkan oleh perseroan. Alasan penerbitan EBA menurut Rachmat dikarenakan tenor instrumen jenis ini cukup panjang, cocok untuk penyaluran kredit jangka panjang seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Bukopin sudah menunjuk dua perusahaan sebagai mitra untuk melancarkan niatnya tersebut yakni SMF dan PT Bahana TCW Investment Management. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi