Catat ini Sederet Emiten yang Bakal Tuai Berkah dari Program Pemerintahan Prabowo



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelantikan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tinggal menghitung hari. Pasar pun masih menanti akan seperti apa arah program pemerintah di bawah kepemimpinan baru.

Duet Prabowo-Gibran mengusung delapan misi yang disebut Asta Cita. Ada beberapa poin yang berkaitan langsung dengan masyarakat dan perekonomian.

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, secara historis tak bisa dipungkiri bahwa tren kinerja sektor perekonomian bergantung pada fokus program dari pemerintahan yang tengah memimpin.


Contohnya, sektor konstruksi sempat dinilai berkinerja baik di periode awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang fokus pada pembangunan infrastruktur.

Namun, jika dilihat lebih dalam, proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan di kurun waktu 2014-2019 itu banyak di lakukan oleh emiten BUMN Karya. Emiten konstruksi swasta tak banyak ikut andil dalam proyek-proyek pembangunan kala itu. Bahkan, pendanaan pembangunan infrastuktur mayoritas juga berasal dari himbara.

“Lihat saja saat itu Waskita Karya, Adhi Karya, PTPP, dan Wijaya Karya yang untung dan harga sahamnya pun naik sangat tinggi. Sayangnya, kondisi itu berbalik mulai tahun 2019 hingga hari ini,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/10).

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Sangat Kompleks, Ekonom Ini Ingatkan Prabowo Jangan Salah Langkah

Hal ini, kata Teguh, menjadi indikasi bahwa yang akan diuntungkan dari program pemerintahan Prabowo-Gibran kemungkinan adalah perusahaan dan emiten BUMN. Sebab, Prabowo-Gibran nampak berada di kelompok politik yang sama dengan Presiden Jokowi.

Sementara, perusahaan dan emiten swasta jarang dilibatkan, kecuali jika terafiliasi oleh aktor politik di pusaran kekuasaan.

“Untuk pihak swasta, kemungkinan tidak akan pilih secara acak. Jadi, mungkin tidak akan banyak swasta yang bisa dapat berkah dari program kerja Prabowo,” tuturnya.

Meskipun begitu, ternyata ada pengecualian untuk sektor poultry yang dianggap akan mendulang cuan dari program Makan Bergizi Gratis.

Emiten dari sektor ini, khususnya PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dinilai akan mendulang cuan lantaran menguasai lebih dari 50% pasar poultry domestik. Hitungan ini dilihat jika peternak rakyat dikesampingkan terlebih dulu.

“Makan Bergizi Gratis pasti butuh protein. Ayam dan telur ini sumber protein bagus dan mudah didapat. Alhasil, CPIN dan JPFA kemungkinan dalam hal ini diuntungkan,” ungkapnya.

Nasib tersebut ternyata tak sejalan dengan emiten susu. Ketatnya persaingan membuat belum jelas terlihat siapa emiten susu yang akan mendulang cuan. Sebagai penyegar ingatan, susu juga menjadi salah satu menu dalam program Makan Bergizi Gratis.

“Emitan susu itu ada banyak, ada Ultra Jaya, ada Cimory. Beda kasus dengan CPIN dan JPFA,” tuturnya.

Program lain yang bakal dilakukan pada pemerintahan Prabowo-Gibran adalah pembangunan infrastruktur dan perumahan. Salah satu yang jadi bahan perbincangan adalah Tapera alias Tabungan Perumahan Rakyat dan insentif PPN DTP.

Teguh melihat, program ini tak akan menguntungkan emiten properti, mengingat perusahaan properti yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) justru banyak yang menyasar pangsa pasar menengah atas. Emiten yang mendapatkan untung dari program rumah murah justru PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).

“Insentif perumahan kemungkinan yang paling banyak dapat cuan justru PT Perumnas yang pembiayaannya dibantu BBTN,” tuturnya.

Baca Juga: Pemerintah Pusat Wajibkan Pemda Alokasikan Anggaran untuk Makan Bergizi Gratis

Untuk emiten farmasi yang kemungkinan akan terdorong dari Poin Empat Asta Cita, tetap masih dari BUMN, seperti PT. Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF). Namun, kinerja keduanya masih memiliki catatan merah, terutama INAF.

“Program kesehatan pasti akan menguntungkan emiten farmasi BUMN. Saat Pandemi Covid-19, INAF dapat banyak program vaksinasi, tetapi saat ini justru kena kasus. Banyak dapat program dari pemerintah bukan jaminan kinerja perusahaannya akan bagus,” ungkapnya.

Dari sektor teknologi, ada PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang kemungkinan mendapatkan kue proyek pemerintah. Namun, kemungkinan besar anak usaha TLKM yang akan dapat bagian, sehingga dampaknya tidak akan signifikan ke kinerja perseroan secara keseluruhan.

Selain dari program pemerintahan baru, sentimen lain yang bisa meningkatkan kinerja para emiten tersebut adalah penurunan suku bunga. Dengan adanya penurunan suku bunga, diharapkan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat bisa naik. Sehingga, masyarakat bisa beli telur, ayam, dan susu tanpa harus menunggu program pemerintah.

Meskipun emiten BUMN diproyeksikan bakal mendulang cuan dari program pemerintahan baru, tetapi Teguh tak serta merta melihat kinerja emiten pelat merah masih baik. Investor disarankan agar tidak buru-buru masuk membeli saham emiten BUMN.

“Ada masalah tata kelola perusahaan yang membuat kinerjanya gak sejalan dengan banyaknya proyek yang digarap, termasuk kasus korupsi. Tapi, ini bukan berarti semua emiten BUMN jelek, sektor perbankan masih baik,” ungkapnya.

Teguh pun merekomendasikan beli untuk CPIN, JPFA, dan BBTN dengan target harga masing-masing Rp 5.500 per saham, Rp 2.200 per saham, dan Rp 1.700 per saham.

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama melihat, belum ada emiten yang sudah benar-benar ditunjuk sebagai supplier untuk bahan baku program Makan Bergizi Gratis. Namun, sejumlah emiten di atas memang berpotensi mendulang cuan dari program tersebut.

Di kuartal III nanti, kinerja CPIN dan JPFA kemungkinan belum bisa mencatatkan pertumbuhan kinerja yang baik. Namun, kondisinya akan membaik di kuartal IV.

Perlu juga menjadi catatan bahwa pangsa pasar CPIN dan JPFA kemungkinan adalah masyarakat perkotaan dan masyarakat ekonomi menengah atas.

“Sebab, masih banyak kelompok masyarakat di pedesaan yang memelihara ayam sendiri dan tidak membeli produk poultry di pasar atau supermarket,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/10).

Masyarakat kelas menengah jumlahnya saat ini juga berkurang dan masyarakat menuju kelas menengah justru bertambah. Sehingga, meskipun tingkat konsumsi masih sama, tetapi masyarakat cenderung memilih produk yang lebih murah.

“Produk poultry di pasar atau dibeli dari tetangga kemungkinan akan lebih murah harganya dan lebih mudah mereka dapatkan. Produk susu juga mungkin masuk kategori barang mewah saat ini,” paparnya.

Ezaridho pun merekomendasikan beli untuk JPFA dan CPIN dengan target harga masing-masing Rp 2.100 per saham dan Rp 5.500 per saham.

Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Vinko Satrio Pekerti mengatakan, emiten sektor makanan seperti JPFA, CPIN, dan ULTJ berpotensi mendapatkan sentimen positif yang terkait dengan program makanan bergizi gratis. Sebab, ketiga emiten itu memiliki keterkaitan langsung dengan suplai makanan bernutrisi, terutama daging ayam, telur, dan produk susu.

Meskipun terdapat wacana untuk menggantikan susu sapi dengan susu ikan dalam program makan bergizi gratis, namun hal tersebut tidak akan secara langsung mengancam sentimen positif ULTJ dalam jangka pendek.

“Proses penggantian besar-besaran susu sapi dengan susu ikan masih memerlukan banyak persiapan. ULTJ tetap berada di posisi yang kuat karena keunggulan mereka dalam hal rantai pasokan, popularitas produk, dan diversifikasi produk mereka,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/10).

Baca Juga: Bola Panas Kebijakan Jokowi Dibebankan ke Prabowo, Ekonom: Pemerintah Harus Realistis

Terkait dengan program insentif perumahan, hal tersebut dapat menguntungkan emiten properti dan konstruksi seperti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) atau PT Ciputra Development Tbk (CTRA).

Kedua emiten tersebut memiliki fokus portofolio perumahan yang cukup kuat di segmen perumahan menengah dan menengah-bawah. Program insentif perumahan biasanya lebih difokuskan untuk segmen masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah yang membutuhkan hunian terjangkau.

“Selain perumahan, SMRA dan CTRA juga mengembangkan proyek-proyek mixed-use (hunian, komersial, dan fasilitas publik) yang menjadi daya tarik tambahan bagi pembeli rumah di segmen menengah,” tuturnya.

Selain itu, program pemeriksaan kesehatan gratis yang direncanakan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran mulai 2025 dapat memberikan dampak positif bagi beberapa emiten di sektor kesehatan, seperti PT Siloam International Hospital Tbk (SILO) dan PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA).

SILO memiliki beberapa segmen penting seperti layanan diagnostik, seperti pemeriksaan radiologi, tes laboratorium, dan lain-lain. Sedangkan, PRDA merupakan salah satu pemain utama di sektor laboratorium diagnostik dan tes kesehatan di Indonesia.

“PRDA juga memiliki kapasitas dan pengalaman yang luas dalam tes laboratorium, termasuk tes darah, diagnostik TBC, dan layanan screening penyakit lainnya, yang akan sangat relevan dengan program pemeriksaan kesehatan massal ini,” ungkapnya.

Untuk periode kuartal III dan kuartal IV 2024, JPFA dan CPIN berpotensi untuk mencatatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan semester I.

Pada semester II, kemungkinan terjadi peningkatan konsumsi daging ayam dan produk olahan unggas. Ini lantaran ada beberapa momen penting yang mendongkrak permintaan, seperti Idul Adha dan liburan Natal dan Tahun Baru.

Tren harga bahan baku pakan ayam, seperti jagung dan kedelai, juga mengalami stabilisasi atau bahkan penurunan dari level tertingginya pada semester I kemarin.

“Kombinasi faktor musiman dan efisiensi biaya inilah yang akan menjadi alasan kuatnya kinerja JPFA dan CPIN di semester kedua tahun ini,” ungkapnya.

Selain itu, kinerja keuangan SMRA dan CTRA di dua kuartal terakhir tahun ini akan menjadi lebih baik akibat didorong oleh beberapa hal.

Pertama, potensi peningkatan permintaan properti pada saat tren suku bunga kredit yang stabil atau menurun. Kedua, adanya dukungan kebijakan pemerintah dalam bentuk insentif PPN DTP 100% hingga akhir 2024 akan melegakan beban biaya pembelian rumah bagi konsumen.

“Harga beberapa bahan baku seperti semen dan besi telah mulai stabil atau bahkan turun dibandingkan puncaknya pada awal tahun. Penurunan ini akan menurunkan biaya konstruksi bagi SMRA dan CTRA dan dapat memperbaiki profit margin kedua emiten ini,” tuturnya.

Kinerja keuangan PRDA dan SILO pada semester II 2024 berpotensi lebih kuat dibandingkan semester I. Selain didorong oleh rencana pelaksanaan program medical check-up gratis oleh pemerintahan baru, kedua emiten tersebut telah memanfaatkan tren digitalisasi di industri kesehatan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pengalaman pasien.

“Tren digitalisasi itu termasuk melalui pengelolaan janji temu secara online, telemedicine, dan layanan kesehatan jarak jauh lainnya,” paparnya.

Baca Juga: Pemerintahan Prabowo Bakal Lanjutkan Proyek Infrastruktur Jokowi

Vinko pun memberikan rekomendasi yang beragam untuk para emiten di atas. Rekomendasi beli diberikan untuk JPFA dengan rentang harga beli di Rp 1.385 – Rp 1.410 per saham dan rentang target harga terdekat di Rp 1.470 – Rp 1.490 per saham berdasarkan support dan resistance time frame daily.

CPIN, rekomendasinya wait and see dengan garis support FR time frame daily dan weekly berada di level Rp 4.670 per saham, dengan indikator Stochastic hampir berada di area oversold. Apabila berhasil rebound dengan volume yang meyakinkan, maka angka target harga terdekat adalah di Rp 4.760 per saham.

ULTJ, rekomendasinya sell dikarenakan indikator Stochastic telah berada di area overbought dengan area target harga di Rp 1.900 – Rp 1.915 per saham. Jika kelak terjadi penurunan dan menembus level support Rp 1.865 per saham maka berpotensi untuk melanjutkan penurunan ke area beli pada rentang Rp 1.800 – Rp 1.825 per saham.

CTRA, rekomendasinya buy on weakness dengan rentang harga beli di Rp 1.300 - Rp 1.330 per saham berdasarkan support FR timeframe daily. Sinyal dari indicator Stochastic yang menunjukkan pelemahan terbatas patut diwaspadai. Potensi target harga terdekat ada di Rp 1.375 per saham.

SMRA, rekomendasinya sell dengan target harga di kisaran Rp 700 – Rp 720 per saham. Indicator Stochastic telah menunjukkan sinyal death cross sejak Jumat (27/9) lalu. Apabila terjadi aksi taking profit dengan volume yang besar, maka harga SMRA berpotensi untuk menguji area support di Rp 665 – Rp 675 per saham.

SILO, rekomendasinya buy on weakness. Indicator Parabolic SAR menunjukkan hampir usainya tren penurunan harga saham, dengan rentang harga beli Rp 3.000 – Rp 3.050 per saham berdasarkan level support terdekat. Target harga terdekatnya berada di rentang harga Rp 3.210 – Rp 3.250 per saham.

PRDA, rekomendasinya sell. indicator Stochastic dan Parabolic SAR telah menunjukkan sinyal death cross dan sinyal jual yang kuat. Jika pelemahan saham berhasil menembus angka Rp 3.130 per saham ke bawah, maka akan berpotensi menguji level support terdekat selanjutnya di Rp 3.040 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih