KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah virus corona (Covid-19) telah berdampak pada berbagai sektor perekonomian di Indonesia. Kali ini pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung sektor industri yang produksinya masuk dalam barang kena cukai seperti industri hasil tembakau atau rokok. Bea Cukai merelaksasi penundaan pembayaran pita cukai dari 60 hari diperpanjang menjadi 90 hari sejak pemesanan. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30/PMK.04/2020 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
Baca Juga: Ditjen Bea Cukai perpanjang penundaan pembayaran pita cukai jadi 90 hari Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kemenkeu Nirwala menegaskan bahwa relaksasi tersebut hanya berlaku untuk pemesanan pita cukai pada 9 April sampai 9 Juli saja. Artinya, bila ada industri yang memesan pita cukai sebelum atau setelah tanggal tersebut, maka pembayaran kredit cukai masih mengikuti ketentuan sebelumnya, yakni selama enam puluh hari atau dua bulan. Alhasil, Nirwala memproyeksi relaksasi ini tentunya akan menyebabkan realisasi penerimaan cukai anjlok hingga lebih dari 30% dari penerimaan cukai biasanya. Namun, penurunan penerimaan hanya terjadi sampai dengan 9 Oktober 2020 sebagai tenggat waktu pembayaran relaksasi dalam PMK 30/2020. Makanya otoritas tidak memberikan relaksasi sampai akhir tahun, agar penerimaan cukai dari pemesanan Agustus-Oktober masuk penerimaan akhir 2020. Nirwala menyampaikan adanya normalisasi waktu tersebut juga berguna mengingat penerimaan cukai November-Desember 2020 dibubukan ke tahun 2021.
Baca Juga: Bea Cukai prediksi penerimaan cukai rokok meleset 4,3% terdampak virus corona Di sisi lain, Nirwala menerangkan bahwa beleid ini mengecualikan jenis barang kena cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) golongan A seperti bir. Sebab, bir merupakan barang kena cukai yang tidak ditempel pita cukai. Berbeda dengan rokok dan MMEA golongan B dan C yang sebelum keluar dari pabrikan harus dilekatkan pita cukai. Untuk itu, MMEA golongan B maka pembayaran cukai tetap dilakukan berkala setiap bulan ditanggal 5 bulan selanjutnya. Nirwala bilang PMK 30/2020 ini memang sangat diperlukan bagi industri terkait. Sebab, profitabilitas industri hasil tembakau dan minuman alkohol turun akibat pandemi virus korona. Harapannya, relaksasi ini dapat memperbaiki
cashflow perusahaan. “Dengan aturan lama yang jangka waktu pembayarannya dua bulan tentu akan memberatkan industri saat ini. Sebab, kan kalau lewat tenggat waktu ada denda sebesar 10%,” kata Nirwala kepada Kontan.co.id, Kamis (16/4).
Baca Juga: Ada 10 proyek yang dikeluarkan dari daftar proyek strategis nasional, kenapa? Meski cukai adalah pungutan yang ditanggung konsumen, tapi sebelum keluar pabrik, perusahaan harus membayar terlebih dahulu cukai atas barang dagangannya. Sementara, tren pemesanan pita cukai berdasarkan catatan Nirwala melonjak sejak akhir Maret sampai pekan lalu, dari biasanya nilai transaksi per hari Rp 400 miliar-Rp 500 miliar menjadi sebanyak Rp 1,5 triliun per hari.
“Dari bulan lalu lonjakan karena kekhawatiran akan
lockdown. Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah cukup berat bagi industri, sebab di daerah itu mekanisme dan waktu penerapannya beda-beda. Jadi kadang terkendala soal distribusi,” kata Nirwala.
Baca Juga: Aturan PSBB longgar, dana kesehatan untuk penanganan corona bisa jebol Kendati ada peningkatan pemesanan pita cukai, Nirwala memprediksi penerimaan cukai akhir tahun akan turun sekitar 4,3% dari target. Artinya akhir tahun ini cukai rokok berkurang Rp 7,5 triliun atau hanya membukukan penerimaan senilai Rp 165,65 triliun.Ini karena ketersediaan pita cukai ada batasnya. “Trennya, karena
buffer stock. Pita cukai sudah seperti bahan baku, kalau tidak ada tidak bisa dipasarkan,” ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati