KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi dalam reksa dana obligasi global mencetak rekor baru pada 2024, dengan aliran dana mencapai US$600 miliar. Para investor memanfaatkan tingkat imbal hasil tertinggi dalam beberapa dekade terakhir menjelang ketidakpastian ekonomi di tahun 2025. Penurunan inflasi yang signifikan telah memungkinkan bank sentral untuk menurunkan suku bunga, mendorong investor untuk mengamankan imbal hasil tinggi yang tersedia saat ini.
Kembalinya "Tahun Obligasi"
Kinerja dan Imbal Hasil Obligasi
- Indeks Obligasi Global ICE BofA mencatatkan imbal hasil rata-rata sekitar 2% sepanjang tahun ini. Namun, imbal hasil yang ditawarkan sempat mencapai 4,5% akhir tahun lalu, tertinggi sejak 2008.
- Berdasarkan data EPFR, total US$617 miliar telah mengalir ke reksa dana obligasi di pasar negara maju dan berkembang hingga pertengahan Desember, melampaui rekor sebelumnya sebesar US$500 miliar pada 2021.
Lonjakan Investasi Pasif
Dana yang dikelola secara pasif, terutama dalam bentuk exchange-traded funds (ETFs), mencatatkan tahun yang luar biasa. Data Morningstar Direct menunjukkan bahwa hingga November 2024, investasi dalam ETFs mencapai US$350 miliar. Baca Juga: Bitcoin Berpotensi Terus Meroket, Simak Rekomendasi Strategi Alokasi Untuk InvestorKeunggulan ETFs dalam Pasar Obligasi
- ETFs memberikan akses mudah ke aset yang sebelumnya sulit diperdagangkan, seperti obligasi korporasi yang terkenal kurang likuid.
- Pemain besar seperti BlackRock dan Vanguard menikmati aliran dana besar, dengan masing-masing menarik US$111 miliar dan US$120 miliar hingga akhir Oktober.
Faktor yang Bisa Memperlambat Aliran Dana di 2025
Beberapa hal dapat mengurangi minat pada obligasi di tahun mendatang:- Euforia Saham: Agenda deregulasi dan pemotongan pajak Presiden-terpilih Donald Trump telah mendorong lonjakan pada pasar saham AS. Dalam empat minggu setelah kemenangan Trump pada 5 November, dana sebesar US$117 miliar mengalir ke reksa dana saham AS, dibandingkan US$27 miliar ke obligasi global.
- Keraguan Terhadap Obligasi Korporasi: Investor skeptis bahwa obligasi korporasi dapat terus memberikan kinerja gemilang setelah hasil luar biasa tahun ini. "Sulit membayangkan spread akan semakin menyempit atau imbal hasil obligasi akan jauh lebih rendah dari posisi saat ini," kata Carl Hammer, Kepala Alokasi Aset Global di Bank SEB.