CDS Indonesia masih bisa turun sepanjang 2018



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Angka credit default swap (CDS) Indonesia masih berpeluang turun dan memperbarui rekor level terendah dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini didorong sejumlah sentimen berskala nasional dan global.

Dari sisi global, analis Obligasi BNI Sekuritas, Ariawan menilai, pemulihan ekonomi Amerika Serikat akibat efek pemangkasan pajak menjadi sentimen dominan yang bisa mempengaruhi pergerakan CDS Indonesia.

Terlepas dari itu, pemulihan ekonomi AS sebenarnya tidak perlu terlalu ditakuti. Pasalnya, ketika ekonomi AS tumbuh, potensi permintaan ekspor dari negara-negara berkembang akan semakin besar. Muaranya, pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang juga ikut meningkat.


Ketika skenario itu terjadi, besar kemungkinan minat investor terhadap negara berkembang tidak akan berkurang sehingga level CDS di negara-negara tersebut, termasuk Indonesia, masih berpeluang turun.

Ia pun memprediksi level CDS Indonesia tenor lima tahun akan berada di kisaran 70-80, dan kisaran 100-110 untuk CDS tenor 10 tahun sepanjang tahun ini.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra sepakat bahwa penurunan CDS Indonesia berpotensi berlanjut sepanjang tahun ini walau kemungkinan besar tidak akan terlalu signifikan.

Tak hanya dari faktor global, dari dalam negeri pun Indonesia kembali mendapat sentimen positif berupa potensi kenaikan peringkat utang dari Moody's Investor Service. Lembaga pemeringkat internasional tersebut digadang-gadang akan menaikkan peringkat Indonesia pada Februari mendatang.

Selain itu, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah yang masih tergolong stabil turut mendukung berlanjutnya penurunan CDS Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.

Menurut Made, satu hal yang bisa menghambat pergerakan CDS adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini sehingga mengurangi gairah investor mancanegara.

Memang, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan akan tumbuh sekitar 5,3%, namun pertumbuhan tersebut lebih didominasi oleh sektor konsumsi. “Padahal level konsumsi rumah tangga Indonesia belum sepenuhnya pulih. Ini beda dengan konsumsi pemerintah yang meningkat tahun ini,” terang Made.

Sementara itu, baik Made dan Ariawan menilai pelaksanaan Pilkada serentak yang berlangsung pertengahan tahun nanti tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pasar surat utang Indonesia. Secara historis, walau ada peningkatan suhu politik, keberlangsungan pemilihan umum di Indonesia tidak sampai berujung tindak anarkis yang mengganggu iklim investasi domestik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini