CDS Indonesia sentuh level terendah sejak akhir Agustus tahun lalu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi Indonesia terus menunjukkan perbaikan di awal tahun ini. Namun, efek membaiknya persepsi risiko investasi cenderung kurang optimal jika tak dibarengi oleh perubahan konkret dari fundamental ekonomi dalam negeri.

Jumat (25/1), indikator persepsi risiko investasi atau Credit Default Swap (CDS) tenor 5 tahun berada di level 118,457 atau turun 13,81% (ytd). Perlu diingat, terakhir kali CDS Indonesia tenor 5 tahun berada di bawah level 120 adalah di akhir Agustus tahun lalu. Penurunan juga terjadi pada CDS tenor 10 tahun sebesar 9,54% (ytd) ke level 193,580 hingga Kamis (24/1) lalu.

Analis Obligasi Bank Negara Indonesia, Ariawan mengatakan, penurunan CDS Indonesia lebih didominasi oleh faktor eksternal. Dimulai dari efek sikap dovish The Federal Reserves yang menurunkan agresivitas kenaikan suku bunga acuan AS di tahun ini.


Kemudian berlanjut dengan adanya titik terang penyelesaian masalah perang dagang antara AS dan China mengingat kedua negara ini terus melakukan perundingan secara intens di masa gencatan senjata.

Karena itu lah penurunan CDS tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara-negara emerging market lainnya. Ambil contoh Filipina, Thailand, India, hingga Turki. “Membaiknya sentimen seperti ini membuat investor global mulai melirik lagi aset-aset dari negara emerging market,” imbuh dia, Jumat (27/1).

Analis Fixed Income MNC Sekuritas Indonesia, I Made Adi Saputra menilai, penurunan CDS Indonesia yang terjadi akhir-akhir ini belum mampu mendorong masuknya dana investor asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) secara signifikan.

Sejak awal Januari hingga Rabu (23/1), net buy investor asing di pasar SBN baru mencapai Rp 8,43 triliun. Padahal, di periode yang sama pada 2018 silam aksi beli investor asing di pasar SBN menembus level Rp 43,17 triliun.

Made berpendapat, sikap hati-hati dari investor asing merupakan cerminan bahwa perbaikan persepsi risiko investasi Indonesia lebih disetir oleh sentimen-sentimen eksternal. Investor asing menganggap belum ada perbaikan fundamental ekonomi yang benar-benar signifikan di Indonesia.

Sejauh ini, baru kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia saja yang bisa memberi dampak masif terhadap pergerakan rupiah di pasar. Sayangnya, di saat bersamaan neraca perdagangan Indonesia masih terus mengalami defisit. Bahkan, sepanjang tahun lalu, nilai defisit neraca dagang tanah air mencapai US$ 8,57 miliar.

Angka tersebut merupakan yang terburuk sepanjang sejarah. “Investor asing khawatir nantinya defisit transaksi berjalan Indonesia akan melebar,” katanya, akhir pekan lalu. Para analis yakin, jika sentimen-sentimen eksternal terkini masih berlanjut, besar kemungkinan tren penurunan CDS Indonesia akan terus terjadi di masa mendatang.

Namun, kembali lagi, tanpa adanya perbaikan yang signifikan dari fundamental ekonomi Indonesia, CDS Indonesia rentan berbalik arah jika sentimen positif dari eksternal telah berakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .