JAKARTA. Komisi Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (VI) DPR akan membuat kebijakan baru bagi penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) perusahaan negara. Mereka akan mewajibkan pemerintah melaporkan harga IPO supaya saham BUMN tidak dijual dengan harga terlalu rendah lagi. Kebijakan ini merupakan antisipasi terulangnya penjualan saham BUMN yang dengan harga rendah. Kasus ini baru saja terjadi saat IPO PT Krakatau Steel (KRAS) 10 November kemarin. Saat itu, harga IPO hanya Rp 850. Namun, Senin (15/11), harga tersebut sudah melonjak menjadi Rp 1.300 per sahamnya. Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima, mengaku kecewa dengan hal itu. Sebab, uang hasil IPO tidak bisa diperoleh dengan optimal. "Coba kalau harga IPO lebih mahal lagi, tentu Krakatau Steel bisa dapat tambahan modal yang lebih banyak lagi," ujar Aria, Senin (15/11). Apalagi, sebelum IPO, Kementerian BUMN sudah melaporkan harga KRAS sekitar Rp 850 - Rp 1.150. Namun, faktanya, pemerintah hanya mendapat harga terendah. "Nanti, kita tidak mau ada laporan harga spare, kita ingin harga pasti," terang Aria. Hal ini agar negara tidak lagi dirugikan. Sebab, dalam beberapa bulan ke depan, pemerintah akan IPO lagi. Salah satunya adalah IPO PT Garuda Indonesia. "Kalau tidak ada laporan harga pasti, kami tidak akan menyetujuinya," tandas Aria. Lebih lanjut ia menjelaskan, Komisi VI sudah menampung banyak usulan untuk menginvestigasi IPO tersebut. Di antaranya usulan pembentukan panitia kerja, panitia khusus, hingga tim investigasi. "Tapi, ini baru bisa kita bentuk setelah reses berakhir pada akhir bulan ini," kata Aria.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Cegah harga murah, IPO BUMN harus dilaporkan ke DPR
JAKARTA. Komisi Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (VI) DPR akan membuat kebijakan baru bagi penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) perusahaan negara. Mereka akan mewajibkan pemerintah melaporkan harga IPO supaya saham BUMN tidak dijual dengan harga terlalu rendah lagi. Kebijakan ini merupakan antisipasi terulangnya penjualan saham BUMN yang dengan harga rendah. Kasus ini baru saja terjadi saat IPO PT Krakatau Steel (KRAS) 10 November kemarin. Saat itu, harga IPO hanya Rp 850. Namun, Senin (15/11), harga tersebut sudah melonjak menjadi Rp 1.300 per sahamnya. Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima, mengaku kecewa dengan hal itu. Sebab, uang hasil IPO tidak bisa diperoleh dengan optimal. "Coba kalau harga IPO lebih mahal lagi, tentu Krakatau Steel bisa dapat tambahan modal yang lebih banyak lagi," ujar Aria, Senin (15/11). Apalagi, sebelum IPO, Kementerian BUMN sudah melaporkan harga KRAS sekitar Rp 850 - Rp 1.150. Namun, faktanya, pemerintah hanya mendapat harga terendah. "Nanti, kita tidak mau ada laporan harga spare, kita ingin harga pasti," terang Aria. Hal ini agar negara tidak lagi dirugikan. Sebab, dalam beberapa bulan ke depan, pemerintah akan IPO lagi. Salah satunya adalah IPO PT Garuda Indonesia. "Kalau tidak ada laporan harga pasti, kami tidak akan menyetujuinya," tandas Aria. Lebih lanjut ia menjelaskan, Komisi VI sudah menampung banyak usulan untuk menginvestigasi IPO tersebut. Di antaranya usulan pembentukan panitia kerja, panitia khusus, hingga tim investigasi. "Tapi, ini baru bisa kita bentuk setelah reses berakhir pada akhir bulan ini," kata Aria.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News