Cegah kasus Jiwasraya terulang, BPK rekomendasi 4 hal ke perusahaan asuransi BUMN ini



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kesalahan pengelolaan investasi menyebabkan sejumlah perusahaan asuransi kolaps, seperti Asuransi Jiwa Bakri Life dan Asuransi Jiwasraya. Tak ingin kasus itu terulang, Badan Pemeriksa Keuangan / BPK merekomendasikan empat hal kepada pengelola dan pengawas PT Asuransi Jasaraharja Putera.

PT Asuransi Jasaraharja Putera merupakan perusahaan asuransi milik pemerintah atau berstatus badan usaha milik negara (BUMN). BPK baru saja melakukan audit atas pengelolaan PT Asuransi Jasaraharja Putera.

Baca juga: BPK temukan empat persoalan kinerja Danareksa pada 2017 dan 2018  


BPK menyimpulkan pelaksanaan pengelolaan pendapatan, pengendalian biaya, dan kegiatan investasi PT Asuransi Jasaraharja Putera telah sesuai dengan ketentuan. Hal itu tertuang dalam laporan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan pengelolaan pendapatan, pengendalian biaya, dan kegiatan investasi pada PT Asuransi Jasaraharja Putera tahun 2018 dan semester I-2019 di Dki Jakarta, Bali, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.

Audit dengan nomor 04/AUDITAMA VII/PDTT/01/2020 itu ditandatangi oleh Auditor Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq per tanggal 31 Januari 2020. Kendati demikian, BPK mencatat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh manajemen PT Asuransi Jasaraharja Putera.

Pertama, penatausahaan piutang dan rekening perantara atau suspense account di PT Asuransi Jasaraharja Putera belum memandai. “Kedua, proses penyelesaian dan pemabayaran klaim melebihi ketentuan,” tulis Akhsanul dalam laporan audit tersebut.

Ketiga, BPK juga menyoroti proses rekonsiliasi terhadap pengelolaan utang piutang atas premi dan klaim antara Jasaraharja Putera dengan mitra belum memadai. “Keempat, proses penjualan saham dan reksadana PT Asuransi Jasaraharja Putera tidak dilakukan dengan tepat. Yang mengakibatkan kerugian perusahaan sebesar Rp 314,81 juta,” lanjut Akhsanul.

BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Standar tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan yang memadai.

Pemeriksaan dilakukan dengan menguji bukti-bukti sesuai dengan prosedur pemeriksaan yang dipilih dengan pertimbangan Pemeriksa dan penilaian risiko termasuk risiko kecurangan.

Baca juga: Bank Banten jadi bank dalam pengawasan khusus (BDPK) 

“Dalam penilaian risiko, Pemeriksa mempertimbangkan pengendalian intern yang relevan untuk merancang prosedur pemeriksaan yang tepat sesuai dengan kondisi yang ada. BPK yakin bukti pemeriksaan yang telah diperoleh adalah cukup dan tepat sebagai dasar menyatakan kesimpulan,” pungkas Akhsanul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto