JAKARTA. Jangan heran jika belakangan Bank Indonesia (BI) getol mengeluarkan banyak aturan untuk korporasi dan rumah tangga. Bukannya ingin cawe-cawe, mengatur sektor riil. Tapi, "Ini dibutuhkan demi menjaga keseimbangan pasar,"ujar Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI pekan lalu. Pasalnya, dalam telisikan bank sentral, terlihat efek yang cukup berbahaya akibat tren kenaikan harga properti, kenaikan kredit bermasalah atau non performing loan di perbankan, pelambatan ekonomi, melemahnya nilai tukar hingga naiknya utang valuta asing korporasi. “Risiko terbesar terletak di korporasi dengan utang luar negeri besar yang tak memiliki lindung nilai atau hedging, tapi mereka memiliki pendapatan non valas,” ujar Halim.
Cegah krisis lewat makro prudential
JAKARTA. Jangan heran jika belakangan Bank Indonesia (BI) getol mengeluarkan banyak aturan untuk korporasi dan rumah tangga. Bukannya ingin cawe-cawe, mengatur sektor riil. Tapi, "Ini dibutuhkan demi menjaga keseimbangan pasar,"ujar Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI pekan lalu. Pasalnya, dalam telisikan bank sentral, terlihat efek yang cukup berbahaya akibat tren kenaikan harga properti, kenaikan kredit bermasalah atau non performing loan di perbankan, pelambatan ekonomi, melemahnya nilai tukar hingga naiknya utang valuta asing korporasi. “Risiko terbesar terletak di korporasi dengan utang luar negeri besar yang tak memiliki lindung nilai atau hedging, tapi mereka memiliki pendapatan non valas,” ujar Halim.