KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan aktivitas inti berupa pengawasan transaksi transfer pricing. Tujuannya untuk memitigasi upaya penghindaran pajak oleh para wajib pajak bandel. Strategi pengawasan ini merupakan salah satu upaya Ditjen Pajak dalam melakukan intensifikasi guna mencapai target penerimaan pajak tahun ini. Lebih lanjut, berdasarkan informasi yang didapat Kontan.co.id, Ditjen Pajak akan mengawasi enam jenis transaksi transfer
pricing.
Pertama pembelian atau penjualan barang berwujud berupa bahan baku, barang jadi, dan barang dagang.
Kedua penjualan atau pembelian barang modal, termasuk aktiva tetap.
Ketiga penyerahan atau pemanfaatan barang tidak berwujud, termasuk pembayaran royalti.
Keempat pinjaman uang atau pembayaran bunga.
Kelima penyerahan jasa atau pembayaran jasa. Keenam penyerahan atau perolehan instrumen keuangan seperti sahan dan obligasi. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai dari keenam transaksi transfer pricing itu, yang rawan terjadi penghindaran adalah transaksi perdagangan/jasa lintas negara yang nilai transaksinya tidak ada acuan harga pasarnya. Alhasil, harga transaksi antar grup relatif lebih mudah di rekayasa. “Modusnya memanfaatkan harga jual barang/jasa dari Indonesia ke pihak terafiliasi di luar negeri yang berada di negara dengan tarif pajak penghasilan PPh lebih rendah dari Indonesia, sebab lebih murah dibandingkan apabila dijual kepada pihak yang tidak berafiliasi,” kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (25/3).
Baca Juga: Simak panduan lapor SPT pajak secara online, tapi lupa EFIN Konsekuensinya, penerimaan dari entitas yang berada di Indonesia lebih rendah dari semestinya. “Untuk mengatasi penghindaran pajak dari transaksi transfer
pricing, saya kira tinggal ikuti dan implementasi kan rekomendasi OECD untuk mengatasi transfer
pricing,” ujar Fajry. Adapun lebih lanjut, masih berdasarkan informasi yang dihimpun Kontan.co.id, Ditjen Pajak akan melakukan pengawasan transfer
pricing terhadap wajib pajak (WP) yang memiliki transaksi afiliasi dan berisiko tinggi berdasarkan
compliance risk management (CRM) transfer
pricing. Pengawasan transfer
pricing ini dilakukan secara nasional.
Selain itu, otoritas akan menyusun panduan penanganan transaksi afiliasi. Termasuk meningkatkan kapasitas
account representative (AR) pajak dan pemeriksa melalui
in house training (IHT) rutin. Terakhir, membentuk transfer
pricing knowledge center di kantor wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak. Sebagai gambaran laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menunjukkan realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Februari sebesar Rp 146,1 triliun, minus 4,8%
year on year (yoy). Angka tersebut juga baru mencapai 11,9% dari target penerimaan pajak hingga akhir 2021 sejumlah Rp 1.229,6 triliun. Artinya, dalam kurung waktu sepuluh bulan ke depan, pajak musti mengantongi penerimaan sebesar Rp 1.083,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari