Cegah produk ilegal, pelabuhan 'tikus' diawasi



JAKARTA. Kementerian Perdagangan akan memperketat pengawasan produk makanan-minuman impor yang beredar tanpa izin di Indonesia. Pelabuhan-pelabuhan tikus atau ilegal yang menjadi pintu masuk produk-produk pangan olahan tersebut akan menjadi perhatian utama.

Produk makanan-minuman impor tak berizin itu banyak yang masuk melalui pelabuhan tikus di Batam, Kepulauan Riau. Bahkan, beberapa waktu terakhir ada juga yang masuk melalui Padang, Sumatera Barat.

Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo baru mengetahui jika Padang menjadi salah satu pintu masuk produk-produk pangan olahan impor tidak berizin. Untuk itu, Kementerian Perdagangan akan menyelidiki dan meningkatkan pengawasan di wilayah tersebut.


”Kami akan bekerja sama dengan BPOM RI, kepolisian, bea cukai, dan dinas perdagangan setempat untuk mengawasi masuknya produk impor tak berizin melalui pelabuhan-pelabuhan tikus, terutama di wilayah Padang,” kata Widodo kepada Kompas, di Jakarta, Minggu (28/12).

Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dalam rangka Natal 2014 dan Tahun Baru 2015, produk makanan-minuman impor yang tidak berizin meningkat tajam sebesar 373 persen. Jumlah produk tersebut mencapai 80.364 kemasan, meningkat drastis dari periode sebelumnya sebanyak 16.967 kemasan.

Produk berupa makanan dan minuman ringan, susu UHT, sirup, dan cokelat itu berasal dari Malaysia, Thailand, Tiongkok, dan Singapura.

Widodo menegaskan, setiap produk impor, termasuk pangan olahan, harus memiliki nomor izin edar atau persetujuan pendaftaran produk olahan. Produk pangan olahan luar negeri harus mengantongi nomor ML.

”Untuk mendapatkan izin dan nomor ML, produk itu harus melalui serangkaian uji analisis laboratorium. Jika tidak, produk itu ilegal, tidak boleh beredar di Indonesia dan dikhawatirkan merugikan atau membahayakan konsumen,” katanya.

Kepala BPOM RI Roy A Sparringa mengemukakan, pada awal 2015, BPOM RI akan menandatangani nota kesepahaman dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk meningkatkan pengawasan. BPOM RI bersama Kementerian Perdagangan sudah membentuk tim terpadu pengawasan barang beredar.

”Kami akan menelusuri pelabuhan-pelabuhan tikus itu. Di sisi lain, kami juga berharap ada penelusuran terkait produk olahan impor yang masuk ke pelabuhan resmi dengan dokumen yang dipalsukan,” katanya.

Menurut Roy, selama ini penindakan hukum terhadap para pelaku pelanggaran cukup ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Ada yang mendapat hukuman percobaan 1 tahun atau 6 bulan serta denda Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. (HEN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan