Cegah produksi berlebih, pengusaha usul ada kuota



JAKARTA. Pengaturan produksi dan ekspor batubara masih menjadi polemik saat ini. Produksi dan ekspor batubara yang terus melonjak dari tahun ke tahun memunculkan sejumlah pemikiran agar ada penataan ulang, demi menjamin pasokan batubara di pasar domestik. Terutama sebagai sumber energi pokok di sektor listrik.

Pemerintah sendiri berencana mengendalikan produksi batubara sekaligus mengatur ekspor sumber energi ini. Gagasan penerapan bea keluar ekspor batubara pun sempat muncul ke permukaan. Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sudah membantah bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan bea keluar ekspor batubara ini.

Namun Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) memberi usulan kepada pemerintah supaya ada pengendalian produksi batubara lewat penerapan kuota. "Kalau sekarang produksi batubara sudah terlanjur 400 juta ton, untuk tahun depan sebagai contohnya jangan dinaikkan lagi," kata Ketua Presidium MPI, Herman Afif Kusumo, Jumat lalu (8/6).


Sedangkan untuk kegiatan ekspor, produk batubara tetap harus ada pengawasan. Pasalnya, batubara menurut Undang Undang No. 11/1967 dan Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sudah ditetapkan sebagai bahan galian strategis sehingga untuk kegiatan ekspor harus ada pengawasan secara ketat.

Pemerintah, menurutnya harus memiliki road map atau peta jalan kegiatan produksi, konsumsi domestik, dan ekspor batubara. Sebetulnya, peta jalan ini sudah ada di Kementerian ESDM dan tinggal dijalankan secara konsisten. "Semua itu sudah ada aturannya. Hanya pengawasan dan penertibannya yang tidak jalan. Kalau memang sayang terhadap negeri ini, eksploitas sumber daya alam harus ada pengendaliannya ," ujarnya.

Bea keluar tidak tepat diterapkan pada batubara. Sebab, dalam kasus mineral, menurutnya, bea keluar diterapkan untuk mendorong adanya peningkatan nilai tambah, bukan untuk meningkatkan pendapatan negara.

Herman memberi saran, ada baiknya pemerintah menaikkan royalti pertambangan bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) produksi dan operasi batubara. Yaitu dari sekitar 6% menjadi 13,5% atau sama dengan perusahaan yang mengantongi izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Masalah ini harus ada perhatian. Pasalnya, hasil akhir dari batubara itu sendiri adalah sebagai sumber energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can