JAKARTA. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap pemeliharaan fasilitas produksi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Pemeriksaan BP Migas dilakukan sejak 4 April 2011. Tujuannya adalah untuk menekan laju penghentian sementara yang tidak terduga atawa unplanned shutdown. Pemeriksaan terhadap fasilitas produksi terutama akan difokuskan kepada 10 KKKS penghasil minyak mentah terbanyak.“Assessment dilakukan mengingat 70% peralatan migas di Indonesia tergolong tua karena berusia 25 sampai 30 tahun. BPMIGAS ingin mendapat gambaran mengenai kondisi riil fasilitas produksi yang dimiliki kontraktor untuk dijadikan landasan pengelolaan pemeliharaan selanjutnya,” ujar Kepala Dinas Pemeliharaan Fasilitas Operasi BP Migas, Julius Wiratno seperti dikutip dari keterangan resmi BP Migas, Selasa (12/4).Adapun 10 KKKS yang menjadi produsen minyak mentah terbanyak di Indonesia adalah PT Chevron, PT Pertamina EP, Total Indonesie E&P, ConocoPhilips Blok B (Natuna), CNOCC SES, PHE ONWJ, Medco, Chevron Indonesia, BOB-Pertamina-Bumi Siak Pusako, ExxonMobil dan Petrochina.Menurut Julius, KKKS yang pertama kali mendapatkan pemeriksaan adalah PT Chevron Pacific Indonesia di Riau. Chevron dipilih pertama kali sebab kontribusi minyak perusahaan asal Amerika Serikat tersebut mencapai 370.000 barel per hari (bph). Terjadinya penghentian operasi secara tidak terencana di Chevron akan mempengaruhi produksi minyak secara nasional. BP Migas bakal melakukan inventarisasi secara bertahap terhadap peralatan utama fasilitas produksi seluruh kontraktor. Harapannya, dapat meningkatkan ketersediaan dan keandalan fasilitas produksi untuk menekan hilangnya produksi minyak dan gas bumi. Julius berharap, langkah ini dapat menekan terjadinya unplanned shutdown yang disebabkan kegagalan peralatan dan fasilitas produksi. Pasalnya, kegagalan teknis operasional peralatan merupakan penyumbang terbesar terjadinya unplanned shutdown. Berdasarkan data dari BP Migas, Hingga 7 April 2011, terjadi 201 kejadian yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 33.000 bph. Dari jumlah tersebut, terjadi 153 kejadian unplanned shutdown yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 22.000 bph. “Lebih dari 100 kasus disebabkan karena rusaknya peralatan,” kata Julius.Jumlah kehilangan minyak akibat unplanned shutdown pada tahun ini lebih sedikit ketimbang tahun lalu. Pada tahun lalu, Indonesia harus kehilangan minyak akibat unplanned shutdown rata-rata mencapai 14.000 bph. Sementara itu pada tahun 2009, Indonesia kehilangan produksi minyak hingga 21.500 bph akibat unplanned shutdown.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Cegah unplanned shutdown, BP Migas periksa fasilitas produksi KKKS
JAKARTA. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap pemeliharaan fasilitas produksi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Pemeriksaan BP Migas dilakukan sejak 4 April 2011. Tujuannya adalah untuk menekan laju penghentian sementara yang tidak terduga atawa unplanned shutdown. Pemeriksaan terhadap fasilitas produksi terutama akan difokuskan kepada 10 KKKS penghasil minyak mentah terbanyak.“Assessment dilakukan mengingat 70% peralatan migas di Indonesia tergolong tua karena berusia 25 sampai 30 tahun. BPMIGAS ingin mendapat gambaran mengenai kondisi riil fasilitas produksi yang dimiliki kontraktor untuk dijadikan landasan pengelolaan pemeliharaan selanjutnya,” ujar Kepala Dinas Pemeliharaan Fasilitas Operasi BP Migas, Julius Wiratno seperti dikutip dari keterangan resmi BP Migas, Selasa (12/4).Adapun 10 KKKS yang menjadi produsen minyak mentah terbanyak di Indonesia adalah PT Chevron, PT Pertamina EP, Total Indonesie E&P, ConocoPhilips Blok B (Natuna), CNOCC SES, PHE ONWJ, Medco, Chevron Indonesia, BOB-Pertamina-Bumi Siak Pusako, ExxonMobil dan Petrochina.Menurut Julius, KKKS yang pertama kali mendapatkan pemeriksaan adalah PT Chevron Pacific Indonesia di Riau. Chevron dipilih pertama kali sebab kontribusi minyak perusahaan asal Amerika Serikat tersebut mencapai 370.000 barel per hari (bph). Terjadinya penghentian operasi secara tidak terencana di Chevron akan mempengaruhi produksi minyak secara nasional. BP Migas bakal melakukan inventarisasi secara bertahap terhadap peralatan utama fasilitas produksi seluruh kontraktor. Harapannya, dapat meningkatkan ketersediaan dan keandalan fasilitas produksi untuk menekan hilangnya produksi minyak dan gas bumi. Julius berharap, langkah ini dapat menekan terjadinya unplanned shutdown yang disebabkan kegagalan peralatan dan fasilitas produksi. Pasalnya, kegagalan teknis operasional peralatan merupakan penyumbang terbesar terjadinya unplanned shutdown. Berdasarkan data dari BP Migas, Hingga 7 April 2011, terjadi 201 kejadian yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 33.000 bph. Dari jumlah tersebut, terjadi 153 kejadian unplanned shutdown yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 22.000 bph. “Lebih dari 100 kasus disebabkan karena rusaknya peralatan,” kata Julius.Jumlah kehilangan minyak akibat unplanned shutdown pada tahun ini lebih sedikit ketimbang tahun lalu. Pada tahun lalu, Indonesia harus kehilangan minyak akibat unplanned shutdown rata-rata mencapai 14.000 bph. Sementara itu pada tahun 2009, Indonesia kehilangan produksi minyak hingga 21.500 bph akibat unplanned shutdown.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News