KONTAN.CO.ID - Pemerintah masih terus bekerja keras menggenjot pertumbuhan ekonomi. Sembari mengejar pertumbuhan, pemerintah memantau ketat sederet risiko yang dianggap bisa membuyarkan rencana ekonomi. Apa saja risiko yang ditakutkan pemerintah? Mengutip draf Bappenas, berikut daftar risiko yang mengancam ekononi Indonesia. 1. Normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan Efek Kebijakan Donald Trump. Dua faktor dari Amerika paling ditakuti pemerintah.
Hal ini senada dengan Oxford Economics Global Risk Survey yang menempatkan kebijakan "
error" Donald Trump dalam daftar risiko yang bisa mendorong ekonomi global dalam dua tahun ke depan. Para ekonom dunia menilai, kebijakan fatal Trump bisa membawa ekonomi AS ke zona resesi dan berujung pada resesi global. 2. Proteksionisme. Kebijakan dagang yang melindungi ekonomi negara sendiri ditakutkan pemerintah bisa menggoyang ekonomi Indonesia. 3. Terorisme dan kondisi geopolitik. Risiko ini dimasukkan Bappenas karena melihat ketegangan yang terus memanas antara AS dan Korea Utara. 4. Kenaikan harga komoditas yang melamban dan terbatas. 5. Produktivitas yang menurun di negara maju. 6. Ketidakpastian negosiasi Brexit. 7. Pengetatan kebijakan makroekonomi di China. Catatan saja, Oxford Economics Global Risk Survey menempatkan kebijakan fatal Trump, kondisi geopolitik AS-Korut dan perlambatan ekonomi China sebagai tiga risiko teratas yang bisa menggerogoti ekonomi global.
Kendati ada risiko yang mengintai, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah optimistis ekonomi Indonesia bakal tumbuh positif di kuartal III tahun ini. "Pertumbuhan ekonomi di kuartal III diperkirakan lebih tinggi dari kuartal II yaitu sekitar 5,1%," ujar Bambang dalam acara Beyond Wealth Seminar Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (26/9). Prediksi Bappenas, ekonomi kuartal III didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Faktor lain yang turut menopang yakni peningkatan investasi dan ekspor yang lebih baik terkait peningkatan harga komoditas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dessy Rosalina