KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang rupiah tengah berada dalam tren pelemahan terhadap sekeranjang mata uang. Kondisi ini menguntungkan investasi valuta asing (valas) atau mata uang asing. Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mencermati, rupiah melemah terhadap mata uang asing karena tren
hawkish dalam keputusan suku bunga masih mendominasi pasar. Rupiah sudah terpantau melemah jelang kenaikan suku bunga The Fed, dimana investor lebih memilih instrumen rendah risiko
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Terapresiasi Pada Selasa (27/6), Lelang SUN Jadi Faktor Pendukung Seperti diketahui, The Fed pada pertemuan Juni 2023 menahan tingkat suku bunga pada level 5%-5,25%. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) tersebut mengisyaratkan kenaikan suku bunga dua kali lagi bisa terjadi sebelum menutup tahun ini. Bank Sentral Eropa (ECB) bahkan masih melanjutkan tren kenaikan suku bunga yang saat ini sudah mencapai level tertinggi sejak 2001. ECB meningkatkan suku bunga utamanya untuk kedelapan kalinya berturut-turut, sebesar 25 basis poin menjadi 3,5% pada pertemuan bulan Juni 2023. Dari domestik, Fikri melihat, penurunan rupiah akhir-akhir ini disebabkan oleh neraca perdagangan Mei 2023 yang lesu, meskipun masih mampu mencetak surplus US$ 0,44 miliar. Angka tersebut susut tajam dibandingkan dengan keuntungan neraca perdagangan barang April 2023 yang sebesar US$ 3,94 miliar. “Hal tersebut menggoyahkan fundamental rupiah,” kata Fikri saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (26/6). Menurut Fikri, mata uang yang masih berkemungkinan mengerek suku bunga lebih tinggi layak dipantau. Misalnya, USD/IDR yang diperkirakan bakal bergerak di kisaran Rp 14.800 per dolar AS – Rp 15.400 per dolar AS di akhir tahun 2023. Mata uang negara-negara Skandinavia juga layak dicermati karena prospek suku bunga lebih lanjut masih terbuka lebar. Investor dapat melirik mata uang Norwegia (NOK) ataupun mata uang Swedia (SEK). Selain itu, mata uang dari negara-negara yang perekonomiannya terus menunjukkan pemulihan bisa menjadi salah satu pilihan seperti Rupee Srilanka (LKR) dan dolar Singapura (SGD).
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.026 Per Dolar AS, Senin (26/6) Mata uang Sri Lanka didukung oleh penurunan inflasi secara signifikan, sementara SGD didukung oleh berlanjutnya aliran dana masuk dari investor asing. Kendati demikian, Fikri mengatakan, rupiah dalam waktu dekat bisa terangkat kembali dari sentimen positif adanya peraturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Pemerintah saat ini tengah merevisi aturan DHE yang rencana awalnya bakal ditetapkan pada Juli 2023. Kehadiran DHE bakal memperlancar lagi neraca perdagangan Indonesia. Pada akhirnya, hal tersebut bisa menguatkan rupiah dan potensinya tidak cukup baik untuk investasi valas yang memanfaatkan selisih nilai tukar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto