KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) ditutup anjlok 3,40% atau 248,47 poin ke 7.059,65 pada perdagangan Senin (5/8). Koreksi IHSG di awal pekan ini beriringan dengan penurunan tajam bursa saham Asia serta rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2024. Pada perdagangan di awal pekan ini, seluruh indeks sektoral merosot bersama dengan IHSG. Sektor energi ambruk paling dalam setelah anjlok 4,94%. Disusul, sektor barang baku yang terjun 4,69%, sektor transportasi dan logistik anjlok 4,23%, sektor perindustrian merosot 3,73% dan sektor infrastruktur terpangkas 3,15%.
Lalu, sektor properti dan real estat terjerembap 3,05%, sektor teknologi ambruk 2,92%, sektor keuangan melorot 2,69% dan sektor barang konsumsi non-primer turun 2,47%. Diikuti, sektor barang konsumsi primer tergerus 1,77% dan sektor kesehatan turun 0,72%. Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, anjloknya IHSG hari ini lebih disebabkan oleh koreksi bursa-bursa global, khususnya di Amerika Serikat (AS) dan di Asia. Baca Juga:
Terseret Sentimen Negatif Global, IHSG Tumbang 3,40% di Awal Pekan Ini “Sekarang ini, hampir semua kinerja bursa saling terhubung, termasuk ketika salah satunya terjadi resesi atau perlambatan signifikan. Hampir tidak ada bursa yang kinerjanya bisa berdiri sendiri dan terbebas dari pengaruh sentimen global,” ujarnya kepada Kontan, Senin (5/8). Budi melihat, kinerja emiten di bursa domestik sebagian besar masih bagus. Hal ini tercermin dari laporan keuangan emiten semester I-2024 yang sesuai atau di atas ekspektasi. Sayangnya, kondisi makroekonomi dinilai Budi masih kurang baik. “Untuk investor, saat ini mungkin waktu yang tepat untuk berani masuk ke emiten-emiten yang bagus fundamentalnya,” paparnya. Jika kondisi membaik, IHSG mungkin masih bisa di kisaran level 7.200 – 7.300 di akhir bulan Agustus. Namun, jika kondisi malah memburuk, pergerakan IHSG bisa menyentuh level 6.700 – 6.800 dalam rentang waktu hingga akhir tahun 2024. Kata Budi, jika skenario terburuk itu terjadi, ada kemungkinan para investor bakal lebih memilih untuk memarkirkan dana di surat berharga negara (SBN), reksadana, dan emas. Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina melihat, data PDB Indonesia kuartal II 2024 yang dirilis Badan Pusat Stastistik sebenarnya lebih baik dari ekspektasi. BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024 mencapai 5,05%
year on year (YoY). Pertumbuhan ini melambat bila dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,11% YoY. “Jadi, penurunan hari ini lebih disebabkan sentimen global, seperti anjloknya Nikkei,” ujarnya kepada Kontan, Senin (5/8). Martha menilai, rilis data PDB Indonesia seharusnya direspons positif oleh pelaku pasar. Namun, karena saat ini aksi jual investor di bursa global sedang masif, berita rilis data PDB tersebut jadi tertutup. Meskipun dengan sentimen yang beragam, Martha mengatakan, IHSG masih berpeluang menembus level tertinggi terbaru di tahun 2024. Baca Juga:
IHSG Ambles 3,4% Hari Ini, Simak Proyeksi Pergerakannya Selasa (6/8) Aksi jual saat ini diperkirakan Martha bersifat sementara dan akan mereda dalam beberapa hari ke depan. Investor akan kembali mencerna data terbaru. “Untuk sentiment bulan ini, masih di seputar suku bunga dan pengaruhnya terhadap perekonomian global,” paparnya. Dengan volatilitas yang sedang tinggi, saham-saham defensif, seperti sektor kesehatan, bisa dipilih. “Investor juga bisa memanfaatkan untuk beli di saham-saham yang berkinerja bagus di kuartal II 2024, seperti
BBCA,
BMRI,
JPFA,
JSMR, dan
CTRA,” paparnya. Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus melihat, sentimen bursa regional lebih berdampak ke anjloknya IHSG hari ini. “Koreksi yang terjadi ke IHSG saat ini masih wajar. IHSG pun berpeluang untuk menguat kembali ke atas level 7.150 dalam beberapa hari ke depan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (5/8).
Di bulan Agustus, sentimen yang mempengaruhi kinerja IHSG masih seputar pemangkasan suku bunga The Fed yang diperkirakan akan terjadi pada bulan ini atau bulan depan.
Dengan kondisi tersebut, investor bisa mulai mengoleksi saham-saham perbankan berfundamental bagus, seperti
BBRI dan BMRI. Sektor consumer, seperti
INDF dan
MAPI, juga disarankan untuk dikoleksi. Daniel pun merekomendasikan
buy on weakness untuk BBRI, BMRI, INDF, dan MAPI dengan target harga masing-masing Rp 5.200 per saham, Rp 7.200 per saham, Rp 6.600 per saham, dan Rp 1.550 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari