KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten energi dan tambang ikut menopang reli Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG). Meski berbalik melemah 0,36% ke level 7.409,50 pada penutupan perdagangan Kamis (15/8), tapi IHSG berhasil menembus level tertinggi (
all time high). Kini level
all time high IHSG berada di posisi 7.460,38. Saham energi dan tambang berkontribusi mendorong IHSG lantaran sektor energi masih menjadi indeks dengan performa paling apik, dengan mengakumulasi kenaikan 21,25% secara
year to date. Sementara itu, sektor barang baku yang banyak dihuni oleh saham emiten tambang menguat 2,93% sejak awal tahun 2024. Sektor energi dan barang baku menjadi dua dari empat indeks sektoral yang mampu mencapai kinerja positif di antara 11 indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas melihat sektor energi dan saham tambang memiliki bobot yang cukup signifikan untuk memengaruhi gerak IHSG. Di sisi yang lain, laju saham energi dan tambang akan sensitif terhadap pergerakan harga komoditasnya. Baca Juga:
IHSG Melemah 0,36% ke 7.409, Begini Proyeksinya untuk Esok Hari (16/8) Sedangkan harga komoditas global akan dipengaruhi oleh sentimen ekonomi dan geo-politik, di samping faktor produksi dan permintaan. "Pergerakan harga komoditas bisa cukup berdampak langsung ke harga saham energi dan tambang," kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8). Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto sepakat, saham-saham komoditas energi dan tambang punya kontribusi yang cukup tinggi bagi IHSG. Hanya saja, ketidakpastian global masih membayangi, sehingga rentan membuka peluang harga komoditas dan saham emiten berfluktuasi kencang. Salah satu pemicunya bisa datang dari Amerika Serikat melalui perkembangan data ekonomi, arah suku bunga The Fed, maupun efek pemilihan presiden. "Kalau ketidakpastian meningkat, umumnya komoditas akan jadi pilihan, hasilnya pergerakannya lebih volatile," ungkap William. Adapun, sentimen makro ekonomi dan geo-politik global saat ini membawa harga komoditas energi dan tambang bergerak dengan laju yang beragam. Beberapa melaju kencang, namun ada juga yang cenderung stagnan. Komoditas yang berkilau dalam beberapa bulan terakhir adalah emas. Harganya menuju level tertinggi di US$ 2.500 per ons troi , meski belakangan kembali melandai. Tradingeconomics mencatat harga emas pada perdagangan Kamis (15/8) berada di level US$ 2.449 per ons troi. Batubara tak mau ketinggalan. Dalam sebulan terakhir harga batubara kembali membara, dan membuka jalan menuju level harga US$ 150 per ton. Saat ini, harga batubara sedang bertengger di area US$ 145,75 per ton. Berbeda dari harga minyak mentah yang cenderung stagnan di level US$ 80 per barel. West Texas Intermediate (WTI) sedang berada di area harga US$ 77,80 per barel, sedangkan Brent bergerak di area US$ 80,60 per barel. Sementara itu, harga nikel kontrak berjangka masih relatif landai di posisi US$ 16.392 per ton. Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamati pergerakan harga komoditas saat ini dipengaruhi oleh sejumlah sentimen global yang beragam. Baca Juga:
Pasar Otomotif Melemah, Kinerja Emiten Komponen Cenderung Lesu Mulai dari tingkat inflasi, kebijakan suku bunga bank sentral terutama The Fed, hingga ketegangan tensi geo-politik seperti di Timur Tengah. Berbagai sentimen ini punya dampak yang berbeda pada masing-masing komoditas. Hendra mencontohkan emas yang harganya terangkat oleh langkah investor mencari aset aman di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tensi geo-politik. Kemudian, harga batubara terdongkrak oleh sejumlah katalis, terutama kuatnya permintaan dari Asia. Sedangkan harga minyak mentah cenderung stagnan lantaran pasokan global masih cukup stabil dan ketidakpastian permintaan. "Perbedaan tren harga ini mencerminkan setiap komoditas memiliki faktor penentu yang unik. Tergantung permintaan global, kebijakan moneter, dan stabilitas geo-politik," kata Hendra. Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menambahkan, ada tiga sentimen yang berpotensi menggerakkan harga komoditas. Meliputi tensi geo-politik di Timur Tengah, pemulihan ekonomi China serta antisipasi mendekati musim dingin di akhir tahun. Siklus musiman itu biasanya menjadi katalis penting bagi permintaan komoditas energi. "Permintaan akan komoditas cenderung naik yang mengakibatkan harga terkerek sehingga mendorong kenaikan harga-harga saham komoditas," ujar Daniel. Meski begitu, Daniel mengingatkan agar pelaku pasar tetap selektif dalam memilih saham energi dan tambang. Daniel merekomendasikan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO) dan PT Harum Energy Tbk (
HRUM), dengan target harga masing-masing di Rp 3.400 dan Rp 1.500.
Sementara Hendra menyematkan rekomendasi
buy untuk saham ADRO, PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) dan PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM). Target masing-masing berada di level Rp 3.500, Rp 2.900 dan Rp 1.405.
PTBA Chart by TradingView William menjagokan saham ADRO, PTBA, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG), PT Delta Dunia Makmur Tbk (
DOID), PT Medco Energi Internasional Tbk (
MEDC), PT Elnusa Tbk (
ELSA) dan PT AKR Corporindo Tbk (
AKRA). Sedangkan Sukarno merekomendasikan hold PTBA, ADRO dan ITMG, dengan target harga masing-masing di Rp 3.040, Rp 3.260, dan Rp 28.700. Sedangkan untuk emiten tambang Sukarno melirik saham ANTM, PT Vale Indonesia Tbk (
INCO), PT Timah Tbk (
TINS) dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (
PSAB). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari