KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) melihat, posisi cadangan devisa saat ini masih belum cukup untuk menjadi bantalan saat terjadi pelemahan nilai tukar rupiah. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa per Mei 2021 sebesar US$ 136,4 miliar atau turun US$ 2,4 miliar dari posisi April 2021 yang mencapai US$ 138,79 miliar. Direktur CELIOS Bhima Yudhistira menjabarkan ada beberapa risiko yang akan dihadapi rupiah ke depannya.
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang bisa lebih lambat dari ekspektasi awal akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat Jawa dan Bali juga dilanjutkannya PPKM Mikro luar Jawa dan Bali. “Penurunan akan terasa dari komponen konsumsi rumah tangga dan ini tentu akan memengaruhi inflow investasi,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (6/7).
Baca Juga: Ekonom optimistis cadangan devisa masih lebih dari cukup untuk jaga rupiah Kedua, adanya tekanan dari pengetatan moneter (tapering off) bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang masih perlu diwaspadai karena tentu akan berdampak pada beralihnya dana asing ke aset aman dan ke luar negara berkembang. Ketiga, ada potensi pelebaran defisit minyak dan gas (migas) seiring dengan harga minyak mentah yang makin meningkat. Pada siang hari ini saja, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2021 naik 0,4% menjadi US$ 77,48 per barel. Posisi kali ini juga jadi level tertinggi Brent sejak 29 Oktober 2018 yang kala itu ada di US$ 77,61 per barel. Keempat, risiko politik juga membayang, khususnya efektif 2 tahun menjelang pemilu 2024. Fokus kinerja kabinet mungkin menjadi tidak optimal karena pertarungan elektoral. Dengan sejumlah risiko tersebut, Bhima melihat setidaknya butuh cadangan devisa di kisaran US$ 145 miliar hingga US$ 160 miliar.
Sayangnya, ia masih belum melihat Indonesia mampu mengumpulkan cadangan devisa hingga level tersebut di akhir tahun ini. Menurut perkiraannya, cadangan devisa di akhir tahun 2021 akan ditutup di kisaran US$ 136 miliar hingga US$ 139 miliar. Sementara di akhir tahun 2021, diperkirakan rupiah bisa melemah di kisaran Rp 14.700 hingga Rp 15.500 per dolar AS. “Devisa saat ini masih perlu ditambah untuk pertebal pertahanan ketika multi faktor tadi memicu pelemahan kurs rupiah. Caranya, kejar investasi langsung berkualitas, dorong kinerja ekspor, dan optimalkan peran devisa hasil ekspor,” tandas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi