Cemas biaya bengkak, bank genjot efisiensi



JAKARTA. Perbankan menyiapkan berbagai strategi mengantisipasi dampak krisis global. Selain memupuk valas dan lebih selektif menyalurkan kredit ke eksportir, bank juga mengetatkan ikat pinggang. Tujuannya, ketika krisis makin parah dan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) meningkat, bank bisa mengalihkan hasil efisiensi untuk memperbesar biaya pencadangan.

Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan protokol manajemen krisis itu lazim dilakukan perbankan. Ini juga sejalan dengan antisipasi pemerintah dan Bank Indonesia (BI). "Saat krisis pasti bank akan banyak mengeluarkan biaya, maka perlu efisiensi sejak dini," katanya.

Menurut Sigit, biaya bank akan meningkat jika NPL naik tidak wajar. Kondisi itu berpeluang terjadi ketika penjualan eksportir ke negara pusat krisis, China dan India merosot drastis. Penurunan pendapatan ini berimbas pada kemampuan pengusaha mengangsur pinjaman.


Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Pahala Nugraha Mansury mengatakan perbankan perlu mencermati berbagai perkembangan saat ini dan menyiapkan langkah antisipasi. Menjaga efisiensi penting agar profitabilitas bank tetap terjaga.

Salah satu penghematan Bank Mandiri adalah menekan biaya ekspansi jaringan dengan memperbanyak ATM dan menambah fitur electronic banking. Ini jauh lebih murah ketimbang menambah cabang yang menghabiskan dana minimal Rp 2 miliar per kantor.

Mandiri merogoh kocek untuk investasi TI dan jaringan sebesar US$ 125 juta pada tahun 2012, setara investasi pada 2011 lalu. Alokasi terbesar untuk menambah ATM.

Bank Permata juga lebih memilih mengembangkan e-channel ketimbang membuka kantor. SVP Head, Retail Liabilities, WN and E-Channel Bank Permata Bianto Surodjo mengatakan, tahun ini pengembangan e-channel lebih diprioritaskan karena jauh lebih murah.

Untuk mengembangkan e-channel dan ATM, Permata merogoh kocek masing-masing sebesar US$ 10.000 dan US$ 7.000 per unit. Sedangkan satu cabang menghabiskan dana Rp 4 miliar - Rp 5 miliar. "Biaya e-channel lebih murah, tapi kami perlu meng-upgrade setiap tahun dengan harga US$ 10.000," katanya.Nina Dwiantika

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can