KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Cemindo Gemilang Tbk siap menggeber penjualannya. Emiten dengan kode saham CMNT ini punya track record penjualan yang cukup baik. Penjualan semen CMNT cukup stabil setidaknya dalam waktu 3 tahun ke belakang. Di tahun 2018, volume penjualan semen CMNT mencapai 6,9 juta ton. Di tahun 2019, volume penjualan semen menurun menjadi 6,4 juta ton yang dipengaruhi oleh penurunan penjualan di Vietnam. Namun di tahun 2020, CMNT berhasil kembali menaikkan volume penjualan menjadi 6,9 juta ton. Kenaikan di tahun 2020 ini didukung oleh pertumbuhan penjualan yang baik di Indonesia, dimana penjualan semen masih dapat tumbuh di tengah dampak negatif Covid-19 terhadap pertumbuhan industri secara umum
Nah, di tahun 2021 ini, CMNT memasang target optimistis. Produsen semen dengan merk Merah Putih ini menargetkan penjualan semen bisa tumbuh setidaknya 20% tahun ini. Junarto Agung, Head of Investor Relations Cemindo Gemilang mengatakan, selain menjual semen, pihaknya juga berfokus mengekspor klinker ke negara-negara seperti Bangladesh dan China.
Baca Juga: Begini jurus Cemindo Gemilang (CMNT) menghadapi kenaikan harga batubara Tercatat, volume penjualan klinker CMNT dalam tiga tahun terakhir tumbuh secara signifikan. Volume penjualan klinker CMNT pada 2018 tercatat sebesar 1,1 juta ton. Pada tahun 2019, penjualan klinker naik 81,8% menjadi 2,0 juta ton. Pada 2020, penjualan klinker naik kembali menjadi 3,2 juta. Di semester kedua tahun 2020, CMNT mulai mengoperasikan line 2 klinker di pabrik semen terintegrasi Bayah, yang menambah kapasitas produksi klinker sebesar 3,2 juta ton per tahun. Hasil produksi dari Line 2 klinker ini turut mendorong kemampuan CMNT dalam meningkatkan volume penjualan klinker di tahun 2020, sehingga volume penjualan naik signifikan dibanding tahun 2019 dan 2018. Tahun ini, CMNT menargetkan penjualan klinker tumbuh sekitar 20%. Junarto menjabarkan, ada banyak faktor yang mempengaruhi penjualan semen tahun ini, baik di Indonesia maupun Vietnam. Diantaranya yakni faktor pandemi Covid-19, pengeluaran/anggaran di sektor infrastruktur, hingga pasar properti. Namun, mengingat adanya faktor musiman di industri semen, Junarto mengatakan penjualan di semester kedua akan lebih tinggi, dimana permintaan yang datang juga akan lebih tinggi. “Kami meyakini peningkatan permintaan dari proyek infrastruktur dan kelanjutan aktivitas konstruksi tetap menjadi pendorong utama kinerja kami di semester II-2021,” terang Junarto saat dihubungi Kontan.co.id, baru-baru ini. Hasil operasi CMNT dipengaruhi secara langsung oleh volume penjualan, yang merupakan fungsi dari kapasitas dan pemanfaatan produksi. Total kapasitas produksi semen CMNT telah meningkat dari 11,9 juta ton pada Januari 2018 menjadi 14,1 juta ton per Desember 2020 alias tumbuh 19%. Sedangkan untuk klinker, total kapasitas produksi meningkat 51% dari 6,3 juta ton pada Januari 2018 menjadi 9,5 juta ton per Desember 2020. Junarto menyebut, volume penjualan semen dan klinker CMNT hingga Agustus 2021 telah tumbuh 31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menurut dia, volume penjualan CMNT seharusnya bisa lebih baik jika situasi Covid-19 baik di Indonesia maupun Vietnam selama April-Juli 2021 tidak seburuk yang terjadi, dimana pemerintah setempat sempat memberlakukan tindakan pembatasan mobilitas yang ketat. Namun, dengan situasi yang jauh lebih baik dan keberhasilan Pemerintah untuk menahan penyebaran pandemi saat ini, CMNT memperkirakan prospek industri semen akan jauh lebih mentereng di sisa paruh kedua 2021. Hal ini didukung oleh proyek infrastruktur dan bergulirnya kembali kegiatan konstruksi . “Oleh karena itu, kami meyakini bahwa kami dapat menutup tahun ini dengan catatan yang gemilang,” sambung Junarto.
Hadapi kenaikan batubara
Di sisi lain, kenaikan harga batubara menjadi momok bagi perusahaan semen. Dia mengamini, kenaikan harga batubara berdampak pada seluruh industri semen, termasuk CMNT. Hal ini karena batubara merupakan sumber tenaga utama untuk memproduksi klinker. Pada paruh pertama 2021, Junarto menyebut CMNT masih diuntungkan dari adanya sebagian kontak jangka panjang yang ditandatangani tahun lalu. Inventaris yang ada juga didasarkan pada harga batubara yang lebih rendah. Oleh karena itu, dampak kenaikan harga batubara dapat dipertahankan seminimum mungkin. Namun ke depan, jika harga batubara tetap berada di level tinggi, Junarto menyebut hal ini akan meningkatkan biaya produksi seiring naiknya biaya listrik. Namun, sistem ekstraksi panas limbah atau waste heat recovery system yang dimiliki Cemindo akan sangat membantu untuk mengurangi dampak kenaikan biaya listrik dibandingkan dengan para pemain semen yang tidak memiliki sistem tersebut.
Baca Juga: Cemindo Gemilang (CMNT) bukukan laba bersih Rp 162,15 miliar di semester pertama 2021 Sebagai gambaran, CMNT memiliki waste heat recovery system sebesar 30 megawatt (MW) yang berada di Indonesia dan sebesar 13 MW yang berlokasi di Vietnam.
“Kami juga memaksimalkan penggunaan batubara dengan nilai kalori yang lebih rendah sehingga memberikan harga yang lebih rendah,” terang Junarto. Junarto melanjutkan, fasilitas yang dimiliki Cemindo adalah fasilitas yang relatif baru, menggunakan teknologi mutakhir yang mendukung konsumsi batubara dengan kalori rendah 4.200 GAR. Dari segi harga, CMNT akan terus memantau dinamika pasar secara keseluruhan. Namun, mengingat kenaikan harga batubara berdampak pada semua pemain di industri semen, Junarto tidak memungkiri bahwa para pemain perlu menyesuaikan harga untuk mempertahankan margin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi