KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perpindahan kepemilikan bank nasional ke tangan investor asing kian bertambah. Teranyar, Sovereign Wealth Fund asal Singapura, GIC Private Limited, masuk jadi pemegang saham PT Bank Jago Tbk (
ARTO) melalui skema
rights issue. Perdagangan saham
rights issue Bank Jago ini telah berakhir pada Rabu (17/3). Belum diketahui pasti porsi GIC di bank tersebut. Direktur Kepatuhan Bank Jago Tjit Siat Fun menjelaskan, data baru kepemilikan saham Bank Jago baru bisa diketahui dua hari setelah perdagangan berakhir.
Dalam prospektus yang diterbitkan Bank Jago, GIC merogoh kocek hingga Rp 3,15 triliun untuk menyerap
rights issue Bank Jago yang mengeluarkan 1,19 miliar saham. Sebelumnya, setidaknya ada enam bank swasta nasional yang sudah dikuasai asing. Yakni, Bank Bank Danamon, BTPN, Bank Permata, Bank Bokopin, Bank IBK Indonesia, dan Bank Oke Indonesia.
Baca Juga: Bunga deposito turun, bunga deposito KB Bukopin dan Bank Mayora tertinggi Meski begitu, perbankan Indonesia hingga saat ini masih tetap didominasi oleh investor lokal. "Saat ini bank di Indonesia masih didominasi investor domestik. Bank besar saja masih didominasi oleh lokal," kata Suria Darma Kepala Riset Samuel Sekuritas pada Kontan.co.id, Rabu (17/3). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), empat bank pelat BUMN masih merajai aset perbankan di Tanah Air. Total asetnya per Desember 2020 mencapai Rp 3.818,58 triliun atau 41,6% dari total aset perbankan. Aset bank yang dikuasai oleh pemerintah daerah tercatat sebesar Rp 763,87 triliun. Adapun aset bank swasta nasional mencapai Rp 4.159,82 triliun dan aset kantor cabang bank asing Rp 435,62 triliun. Peluang bertambahnya porsi asing juga masih terbuka lebar. Sebab, ada lebih dari 20 bank bank kecil yang harus memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun hingga tahun 2022. Sea Group telah mencaplok saham Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) baru-baru ini. Induk e-commerce Shopee ini juga dikabarkan tertarik menambah akuisisi bank. Nama Bank Bumi Arta santer disebut diminati Sea. Suria bilang, bank kecil saat ini banyak diminati fintech untuk dijadikan bank digital. Bank-bank ini memang diwajibkan regulator melakukan konsolidasi supaya struktur permodalannya lebih kuat jika pemegang saham eksisting tidak mampu tambah modal. Sehingga menurutnya, sah-sah saja jika investor asing masuk bank nasional. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, setidaknya ada dua aspek yang membuat bank nasional membutuhkan peran asing saat ini.
Pertama, industri perbankan merupakan pada modal. Apalagi ke depan, bank akan semakin terdigitalisasi yang tentunya memerlukan modal besar.
Baca Juga: Bisnis wealth management Bank BNI naik dua digit pada awal tahun ini Kedua, layanan perbankan akan semakin terkoneksi ke pasar global. Kalau perbankan nasional hanya fokus ke pasar domestik maka akan kalah bersaing. Sedangkan pasar domestik justru akan makin dikuasai asing. "Dengan memperhatikan dua aspek itu, peran asing dibutuhkan, kita tidak bisa sendiri," ujarnya.
Menurut Piter, masuknya investor asing ke perbankan nasional tidak perlu dikhawatirkan karena bank tersebut tersebut tetap merupakan badan usaha nasional. Justru yang harus dikhawatirkan adalah perbankan nasional tidak berkembang dan kantor-kantor bank asing justru makin menguasai pasar domestik. "Walaupun bank-bank tersebut modalnya dari asing tetapi badan usahanya tetap di Indonesia. Lebih mudah kita mengatur badan usaha nasional daripada badan usaha asing yang beroperasi disini," jelas Piter. Per Desember 2020, jumlah bank yang beroperasi di Tanah Air mencapai 108 bank. Ini terdiri dari 4 bank milik pemerintah, 27 bank pembangunan daerah (BPD), 69 bank swasta nasional, dan 8 kantor cabang bank asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari