Central Proteina Prima restrukturisasi utang 2018



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO) telah kantongi restu untuk restrukturisasi utang obligasi sebesar US$ 331 juta. Tunggu pengesahan restrukturisasi dari pengadilan Singapura, CPRO menargetkan proses restrukturisasi ini bisa berjalan di kuartal I-2018. Meski ada langkah perbaikan, analis masih rekomendasikan netral untuk saham CPRO.

Akhir November dan awal Desember lalu, CPRO menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Rapat tersebut telah merestui rencana restrukturisasi utang. Ada dua upaya yang akan ditempuh CPRO untuk berbenah utang, yakni dengan menerbitkan obligasi baru dan mengkonversi obligasi ke saham seri B lewat skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (Non-HMETD).

Pasca-persetujuan tersebut, CPRO mengajukan Scheme of Arrangement ke pengadilan singapura untuk men. “Sekarang menunggu hasil pengadilan di singapura yang meneguhkan keputusan bond holder untuk lakukan konversi, mungkin sekitar kuartal I-2018 penyetujuannya,” ujar Direktur Utama CPRO Irwan Tirtariyadi beberapa waktu lalu kepada Kontan.co.id.


Total utang obligasi CPRO akan dipecah menjadi dua. Utang sebesar US$ 145,75 juta akan dibayarkan lewat penerbitan obligasi dengan suku bunga 8% dan berakhir di 2022. Sedangkan sebanyak US$ 185,25 juta sisanya akan ditukar dengan saham perseroan yang akan diterbitkan lewat skema non-HMETD, dengan porsi saham baru maksimal 23%.

"Yang masalah terbesar kan modal kami, masih negatif di September 2017. Dengan penerbitan saham baru ini semoga ekuitasnya menjadi positif lagi, dan rasio-rasio keuangan akan jauh lebih baik dari kondisi sekarang," ujar Irwan.

Per 30 Juni 2017, ekuitas CPRO menunjukkan penurunan yang signifikan menjadi minus Rp 2,09 triliun. Dibandingkan posisi per 31 Desember 2016 sebesar Rp 180,9 miliar. Penurunan ekuitas ini disebabkan oleh kerugian bersih CPRO periode berjalan sebesar Rp 2,25 triliun. Terutama akibat amortisasi obligasi yang direstrukturisasi sebesar Rp 1,05 triliun dan beban operasi lain sebesar Rp 1 triliun.

Beban operasi lain terjadi karena perubahan pola budidaya di tambak per Mei 2017. "Dulunya kami pinjamkan uang untuk pakan, nanti bayarnya waktu tambak panen udang. Jadi karena ubah pola, jadi ada penurunan penjualan pakan maupun udang," jelas Iwan.

Analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji menilai, langkah yang diambil CPRO untuk melakukan restrukturisasi maupun mengubah pola budidaya bisa membantu perbaikan kinerja kedepannya. Restrukturisasi bisa membantu menurunkan beban utang. Sementara itu, Nafan menyelipkan catatan pada perubahan pola budidaya.

"Idealnya budidaya di sektor perikanan harus diterapkan dengan standar tertinggi dan berkesinambungan agar menghasilkan produk perikanan yang lebih unggul dibandingkan kompetitornya,” tutur Nafan, Rabu (13/12).

Nafan melihat bahwa bisnis CPRO akan sangat bergantung pada demand industri perikanan. Jika iklim membaik, seharusnya CPRO bisa ekspansi. Untuk saat ini, Nafan masih rekomendasikan netral untuk saham CPRO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati