KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai 1 Februari 2019 Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN, anggota indeks Kompas100) resmi merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Banking Corporation Indonesia (SMBCI). Uniknya, bank hasil merger itu tetap bernama Bank BTPN. Dulu setiap ada beberapa bank merger atau diambilalih asing, yang muncul nama bank asing. Namun, pada merger BTPN dan Sumitomo, yang muncul nama BTPN. Artinya, nama Sumitomo yang melebur, tapi tetap menjadi bagian Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC). Setelah merger, kami ingin fokus menjadi bank yang bersifat universal. Maksudnya, BTPN mengarahkan panah bisnis ke berbagai segmen. Dari korporasi, menengah hingga ritel.
Wajar untuk masuk ke segmen korporasi besar perbankan harus memiliki modal yang cukup dan kompeten untuk bidang tersebut. Hal ini yang menjadi keunggulan BTPN setelah merger dengan SMBCI. Sebab, SMBC di Indonesia sudah sejak lama fokus menyalurkan kredit ke debitur korporasi besar. Strategi bisnis ritel ke depan Ongki akan didorong agar lebih efisien untuk menekan operating expense (opex). Cara utama yang sudah digalakkan sejak lama oleh perseroan yaitu dengan memanfaatkan teknologi digital (digital banking). Lebih dari 35% debitur ritel BTPN masuk dalam kategori milenial. Potensi ini akan dijajal untuk lebih menggemukkan laba. Setelah merger, kedua bank ini dapat saling cross selling. SMBC misalnya. Dahulu hanya menggarap nasabah korporasi. Setelah merger, BTPN akan masuk menggarap karyawan melalui payroll. Adapun produk Jenius BTPN, dulu cuma di mall, sekarang bisa langsung masuk korporasi. Pasca merger, aset BTPN melesat menjadi Rp 189,9 triliun. Dan menjadikan Bank BTPN sebagai bank terbesar ke-8 dari segi aset di tanah Air. Total ekuitas perusahaan juga tercatat melambung tinggi dari sebelum merger Rp 19,4 triliun menjadi Rp 28 triliun setelah merger efektif.