CEO Indodax Khawatir Pajak Kripto Berpotensi Memberatkan Investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan mengenakan pajak untuk transaksi kripto. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.02/2022, pemerintah memberlakukan penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022.

Adapun, PPN yang akan dikenakan pada aset kripto sebesar 0,1%. Sedangkan untuk PPh bagi para penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang aset kripto juga sebesar 0,1%.

Menanggapi hal tersebut, CEO Indodax Oscar Darmawan mengaku pengenaan pajak terhadap aset kripto merupakan hal yang positif untuk industri kripto. 


Artinya, adanya pajak akan menambah legalitas aset kripto sehingga menandakan kripto sudah menjadi aset atau komoditas yang sah di mata hukum negara untuk diperjualbelikan.

“Namun kembali lagi, sebagai pelaku usaha, saya berharap besaran masing masing pajak tersebut adalah 0,05% untuk PPN dan 0,05% untuk PPh sehingga total pajak yang dikenakan di industri totalnya cukup 0,1%,” kata Oscar ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (6/4).

Baca Juga: Siap-Siap! Mulai 1 Mei 2022 Pinjol dan E-Wallet Dikenakan Pajak

Menurut Oscar, angka 0,1% untuk keseluruhan industri kripto tersebut lebih ideal karena secara nilai sama dengan pajak yang ada pada perdagangan saham di mana total pajak yang dipungut kan hanya sebesar 0,1%. Apalagi, secara pola perdagangan, transaksi kripto dan saham mempunyai pola yang sama. 

Sementara dengan aturan pajak kripto yang akan memungut PPN dan PPH dengan total 0,2%, dinilai akan memberatkan. Apalagi, investor kripto juga sudah dibebankan fee exchange yang sebesar 0,3%. 

“Jadi, kalau ditambah dengan PPN dan PPH dengan ketentuan sekarang, konsumen akan kena fee hampir dua kali lipat dari sekarang,” imbuh Oscar.

Ia mengkhawatirkan jika besaran pajak yang terlalu besar, nantinya investor akan merasa keberatan. Akibatnya, para konsumen tidak tertarik dengan industri kripto dalam negeri dan justru malah lari ke pasar luar negeri. 

“Hal Ini tentu sangat amat disayangkan mengingat tingginya tren investasi kripto memberikan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia kalau terus bertumbuh,” katanya.

Adapun besaran tarif PPN untuk transaksi kripto sesuai dengan PMK ini adalah: 

1. 1% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, jika Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektoronik (PMSE) merupakan pedagang fisik aset kripto. 

2. 2% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, jika PMSE bukan merupakan pedagang fisik aset kripto. 

Lebih lanjut dalam PMK ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatur pengenaan PPH terhadap penjual aset kripto, PMSE dan penambang aset kripto yang tercantum dalam Pasal 20 ayat 1 yang berbunyi: 

“Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penjual Aset Kripto sehubungan dengan transaksi aset kripto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a merupakan objek Pajak Penghasilan,” tulis Sri Mulyani. 

Sedangkan untuk besaran tarif PPh untuk transaksi kripto sesuai dengan PMK ini adalah : 

1. 0,1% dari nilai transaksi aset kripto, tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), berlaku bagi penjual aset kripto, penyelenggara PMSE dan penambang aset kripto. 

2. Jika penyelenggara PMSE bukan pedagang fisik aset kripto, maka PPh pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi