CEO Indodax: Teknologi blokchain bukan sebatas mata uang crypto



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Terus menunjukkan perkembangan signifikan, industri blokchain jadi pilihan menarik untuk dikembangkan di Indonesia.

CEO Indonesia Digital Asset Exchange (INDODAX) Oscar Darmawan mengugkapkan bahwa industri blokchain sudah bertransformasi cukup banyak. Bahkan, pemerintah telah menetapkan blokchain sebagai salah satu komoditas dan legal untuk ditransaksikan.

Oscar menjelaskan, teknologi blokchain bukan sebatas mata uang crypto atau yang biasa dikenal dengan bitcoin, melainkan juga teknologi. Dia menyadari, literasi blokchain masih sangat rendah di Indonesia, untuk itu ke depan di harapkan minimal pengguna IT Tanah Air sudah memahami apa itu blokchain.


Baca Juga: Pasar Indonesia menarik untuk kembangkan industri Blokchain

"Harapannya, ke depan bisa seimbang, di aman blokchain bisa dimanfaatkan dari sisi teknologi, dan blokchain sebagai investasi. Dibandingkan negara lain, Indonesia termasuk yang tertinggal dalam memanfaatkan blokchain," kata Oscar kepada Kontan, Rabu (14/8).

Direktur Eksekutif Asosiasi Blokchain Indonesia Muhammad Devito Duinggo mengatakan, sejak awal 2019 hingga saat ini jumlah startup blokchain sudah tumbuh sebanyak 30%. Dengan begitu, startup yang sudah terdaftar di Asosiasi saat ini mencapai 30 perusahaan, dari semulai di 2018 hanya 6 perusahaan.

Kondisi tersebut, dinilai Devito sekaligus mencerminkan pertumbuhan industri blokchain di Tanah Air. Harapannya di 2020 jumlah startup bisa meningkat hingga lima kali lipat, atau minimal menjadi 100 perusahaan blokchain dan berasal bukan hanya dari Indonesia tapi juga startup di Asia Tenggara.

Sebagai informasi, saat ini startup blokchain di Indonesia masih didominasi perusahaan domestik dan didominasi bursa perdagangan kripto aset atau sekitar 70%. Sedangkan untuk sisanya merupakan perusahaan supply chain, perpajakan dan manajemen data.

Baca Juga: Teknologi blockchain mulai mendapat tempat di Indonesia

"Bahkan, Indonesia punya potensi untuk menjadi pemimpin pasar blokchain di dunia. Ditambah lagi, dari regulasi pemerintah cenderung memberikan lampu hijau untuk perdagangan aset crypto," ujarnya.

Adapun beberapa tantangan terbesar industri blokchain, diungkapkan Devito seperti stigma dan miskonsepsi yang melekat terhadap bitcoin, di mana blokchai dianggap sebagai bitcoin. Di sisi lain, stigma bitcoin sebagai alat pendanaan untuk terorisme dan pencucian uang juga masih melekat di masyarakat. 

Padahal, Devito menegaskan bahwa penggunaan teknologi blokchain tidak terbatas pada aset crypto saja, tetapi juga sebagai teknologi pencatatan. Sehingga semua bentuk transaksi yang butuh pencatatan bisa memanfaatkan teknologi blokchain, mulai dari kesehatan, charity, supply chain dan lainnya. Dia juga mengungkapkan bahwa literasi masyarakat tergadap blokchain kurang dari 1%.

Baca Juga: Upbit luncurkan program referal untuk menarik investor kripto

Dosen Bina Nusantara (Binus) Hugo Prasetyo mengatakan, pemanfaatan blokchain sebagai investasi memiliki prospek yang cukup besar, apalagi belanja crypto currency sudah mendapat legalitas dari Bappebti. Bahkan untuk potensi yield, Hugo mengungkapkan sangat menggiurkan.

"Yieldnya itu seperti untuk tanpa batas, rugi tanpa batas. Sehingga, penting untuk diterapkan manajemen risiko. Dibandingkan investasi saham, ketika harga bergerak liar adan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang membatasi, tapi tidak dengan crypto currency," ujar Hugo kepada Kontan, Rabu (14/8).

Untuk itu, penerapan managemen risiko perlu dilakukan saat harga crypto currency melesat naik 5%-10%, investor direkomendasikan untuk melakukan cut loss. Hugo mengungkapkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan saat berinvestasi di blokchain, khususnya crypto currency yakni memahami teknikal analisis, fundamental analisis dan emotional analisis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini