CEO Kalbe Farma Vidjongtius: Kami kembali memperkuat konsep kolaborasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2019 menjadi tahun kedua saya memimpin PT Kalbe Farma Tbk. Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 5 Juni 2017 silam, merestui pengangkatan saya sebagai direktur utama. Namun sebenarnya saya sudah mengenal perusahaan ini kurang lebih 29 tahun.

Saya bergabung dengan Kalbe Farma saat perusahaan ini sedang mempersiapkan rencana initial public offering (IPO). Saya terlibat dalam masa-masa persiapan. Pesan pendiri perusahaan adalah mendorong kolaborasi antar anak usaha.

Grup Kalbe Farma kala itu seperti supermarket. Kami memiliki banyak usaha dengan berbagai segmen tapi tidak semuanya memiliki kinerja baik. Manajemen perusahaan kemudian memutuskan, hanya memasukkan anak-anak usaha yang berkinerja baik dan prospektif dalam portofolio IPO.


Lalu, beberapa perusahaan dengan model bisnis sama, kami lebur menjadi satu. Dulu, persaingan usaha bahkan terjadi di antara anak-anak usaha, lho. Ambil contoh, produk Mixagrip dan Procold bersaing. Padahal keduanya adalah produk Grup Kalbe Farma. 

Sementara sekarang, saya berusaha kembali memperkuat konsep kolaborasi tersebut. Misalnya saja, antara Tim Medical Laboratorium (Medlab) dan Tim Internist. Keduanya kan bisa saling merekomendasikan produk atau layanan.

Inovasi juga jalan terus. Dalam setahun, Tim Riset dan Pengembangan (R&D) selalu merancang produk atau terobosan baru. Namun tidak semuanya kami rilis. Sebab, merilis produk atau layanan baru mempertimbangkan kondisi pasar.

Kalbe Farma juga mulai memacu akselerasi bisnis. Board of Directors (BOD) atau jajaran direksi, bahkan membawahi langsung segmen bisnis digital. Alasannya karena lini tersebut krusial. Kami menyadari, disrupsi teknologi juga melanda industri farmasi.

Perlu diketahui, bukan hal mudah untuk melimpahkan tanggung jawab pengembangan bisnis digital secara langsung di bawah BOD. Maklum, ada jarak pemikiran antara BOD dengan tren masa kini. Namun saya mendorong agar BOD melek perkembangan zaman. 

Setahun atau dua tahun sebelum akhirnya Kalbe Farma masuk segmen digital, saya mendatangkan sejumlah ahli di bidang e-commerce dan start up. Tujuannya agar mereka membagikan pengalaman kepada kami.

Sejauh ini, Kalbe Farma memiliki Klikdokter, Kalbestore dan KlikApotek. Kami merintisnya sejak tahun 2016. Kalbestore dan KlikApotek merupakan platform untuk memperjualbelikan obat bebas secara online.

Sementara Klikdokter menjadi wadah konsultasi antara konsumen dengan dokter. Sekitar 35 dokter tergabung dalam layanan tersebut. Kalau Kalbestore mengincar transaksi penjualan, Klikdokter lebih membidik penguatan komunitas.

Kami perlu membangun komunitas solid dan menumbuhkan lingkungan yang sadar dengan kesehatan. Bukan tidak mungkin, ke depan kami meningkatkan chat Klikdokter, menjadi layanan video. Lalu, Kalbe Farma juga bisa saja melibatkan komunitas fitness, komunitas lari, perusahaan asuransi kesehatan, distributor obat dan sebagainya.

Tahun ini Kalbe Farma mengalokasikan anggaran berkisar Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar untuk pengembangan segmen bisnis digital. Alokasi anggaran itu fleksibel. Jika memang ada kebutuhan lebih, kami bisa menambah nilai anggarannya.

Alokasi anggaran segmen bisnis digital 2019, sejauh ini kurang dari 10% dari total dana belanja modal atau capital expenditure (capex). Sepanjang tahun ini, Kalbe Farma atau yang tercatat dengan kode saham KLBF di BEI menyiapkan capex sekitar Rp 1,5 triliun.

Kalbe Farma juga memperkuat fasilitas produksi. Saya ingin, perusahaan serius mengembangkan pabrik biofarmasi dengan bahan baku berbasis sel. Ini berbeda dengan obat yang saat ini dijual dengan basis bahan kimia. Nanti, hasil produksinya untuk dipakai sendiri dan sebagian dijual kepada perusahaan farmasi lain.

Adapun lini produksi Kalbe Farma tidak akan berubah. Kami tidak akan memproduksi vaksin seperti PT Bio Farma (Persero). Mereka sudah puluhan tahun bermain di segmen produk tersebut. Kalau kami mengekor Bio Farma, mau sampai berapa tahun kami bisa mencapai balik modal?

Dengan fokus pada lini bisnis yang sudah ada, saya yakin bisnis Kalbe Farma akan tetap kokoh meskipun pemerintah berencana membentuk Holding BUMN Farmasi. Justru efeknya akan bagus bagi kami. Pasalnya pembentukan holding tersebut bakal membuka peluang investasi farmasi yang semakin besar di dalam negeri.

Daripada Kalbe Farma membeli bahan baku farmasi impor, lebih baik kami membeli bahan baku dari Holding BUMN Farmasi itu. Toh, potensi pasar kesehatan di Indonesia juga masih sangat besar. Target kami tidak cuma orang sakit alias kuratif tetapi juga orang sehat alias preventif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hasbi Maulana