KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) melakukan groundbreaking fasilitas pemurnian (smelter) yang berlokasi di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Smelter PT CNI ini nantinya dapat mengolah nikel dengan kapasitas input bijih (ore) 5 juta ton dan output dalam bentuk feronikel sebanyak 230.000 ton dengan kadar nikel 22%-24% per tahunnya. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin turut hadir dalam groundbreaking yang berlangsung pada Sabtu (15/6). Dalam sambutannya, Arcandra menyebut bahwa sumber daya alam, termasuk nikel memegang peran penting dalam mendorong pembangunan nasional. Selain itu, dibangunnya fasilitas pemurnian di provinsi Sulawesi Tenggara ini diharapkan dapat menjadi roda penggerak ekonomi daerah khususnya di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya. Lebih lanjut, Arcandra mengatakan bahwa pembangunan smelter ini merupakan implementasi kebijakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Sesuai dengan amanat undang-undang, kita ingin agar nikel ini dapat kita olah (di dalam negeri) dan memperpanjang rantai pengolahannya sehingga bisa menghasilkan nilai tambah," kata Arcandra melalui keterangan tertulisnya, Minggu (16/6). Groundbreaking smelter ini, sambung Arcandra, juga menjadi komitmen pemerintah untuk terus mendorong pelaku usaha pertambangan dalam upaya percepatan hilirisasi di sektor pertambangan. "Inilah yang kita inginkan (pembangunan smelter) agar bisa menghasilkan efek nilai tambah yang lebih besar dari sekedar menjual raw material," ungkap Arcandra. Pembangunan smelter ini nantinya akan terus diawasi oleh Kementerian ESDM dengan melakukan pengawasan kemajuan pembangunan secara berkala setiap 6 bulan, dan juga ketersediaan cadangan bijih nikel untuk operasional fasilitas pemurnian. Sementara itu, Direktur Utama PT CNI Derian Sakmiwata menyampaikan, smelter ini ditargetkan akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2021. Smelter yang dibangun mengadopsi teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF), dengan kebutuhan listrik untuk operasional smelter diperkirakan mencapai 350 Megawatt (MW) dan pembangunan smelter ini menelan biaya investasi sebesar Rp 14,4 triliun. "Pembangunan infrastruktur utama dan pendukung smelter ferronikel ini ditargetkan selesai pada Desember tahun 2021 dengan total nilai investasi sebesar Rp14,4 triliun," terang Derian. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ceria Nugraha Indotama siap operasikan smelter feronikel pada Desember 2021
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) melakukan groundbreaking fasilitas pemurnian (smelter) yang berlokasi di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Smelter PT CNI ini nantinya dapat mengolah nikel dengan kapasitas input bijih (ore) 5 juta ton dan output dalam bentuk feronikel sebanyak 230.000 ton dengan kadar nikel 22%-24% per tahunnya. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin turut hadir dalam groundbreaking yang berlangsung pada Sabtu (15/6). Dalam sambutannya, Arcandra menyebut bahwa sumber daya alam, termasuk nikel memegang peran penting dalam mendorong pembangunan nasional. Selain itu, dibangunnya fasilitas pemurnian di provinsi Sulawesi Tenggara ini diharapkan dapat menjadi roda penggerak ekonomi daerah khususnya di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya. Lebih lanjut, Arcandra mengatakan bahwa pembangunan smelter ini merupakan implementasi kebijakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Sesuai dengan amanat undang-undang, kita ingin agar nikel ini dapat kita olah (di dalam negeri) dan memperpanjang rantai pengolahannya sehingga bisa menghasilkan nilai tambah," kata Arcandra melalui keterangan tertulisnya, Minggu (16/6). Groundbreaking smelter ini, sambung Arcandra, juga menjadi komitmen pemerintah untuk terus mendorong pelaku usaha pertambangan dalam upaya percepatan hilirisasi di sektor pertambangan. "Inilah yang kita inginkan (pembangunan smelter) agar bisa menghasilkan efek nilai tambah yang lebih besar dari sekedar menjual raw material," ungkap Arcandra. Pembangunan smelter ini nantinya akan terus diawasi oleh Kementerian ESDM dengan melakukan pengawasan kemajuan pembangunan secara berkala setiap 6 bulan, dan juga ketersediaan cadangan bijih nikel untuk operasional fasilitas pemurnian. Sementara itu, Direktur Utama PT CNI Derian Sakmiwata menyampaikan, smelter ini ditargetkan akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2021. Smelter yang dibangun mengadopsi teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF), dengan kebutuhan listrik untuk operasional smelter diperkirakan mencapai 350 Megawatt (MW) dan pembangunan smelter ini menelan biaya investasi sebesar Rp 14,4 triliun. "Pembangunan infrastruktur utama dan pendukung smelter ferronikel ini ditargetkan selesai pada Desember tahun 2021 dengan total nilai investasi sebesar Rp14,4 triliun," terang Derian. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News