KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berani keluar dari zona nyaman menjadi salah satu alasan Jennifer Claudia yang sekarang menjabat Chief Executive Officer (CEO) PT Glotech Prima Vista (Do-It) kembali ke Indonesia. Bagaimana tidak? Lulusan Boston University, Amerika Serikat ini sebelumnya memiliki karir yang sangat mapan di luar negeri. Namun, karena kecintaannya yang begitu besar pada Indonesia, Jennifer pun memutuskan pulang ke Indonesia dengan harapan dapat berkontribusi dan memajukan negara. Tepatnya, Jennifer menilai ada dua permasalahan mendasar dalam perekonomian Indonesia, yakni akses permodalan bagi pelaku UMKM dan kurang siapnya menghadapi kemajuan teknologi, di mana hal ini memotivasi Jennifer untuk mendirikan perusahaan fintech P2P yang mengacu pada praktek pengelolaan risiko yang digunakan perbankan, namun disesuaikan juga dengan budaya dan kebutuhan masyarakat lokal.
Baca Juga: P2P lending rambah pembiayaan pertanian jagung “Saya memulai Do-It modal awalnya hanya berasal dari keluarga dan kerabat dekat. Saya yakinkan bahwa Indonesia jauh lebih menarik dibandingkan luar negeri dan sebagai warga negara Indonesia, saya memiliki tanggung jawab untuk ikut membangun negara,” tutur Jennifer dalam keterangannya, Jumat (25/10). “Selain itu, saya ingin mencari cara untuk mendukung offline merchant melalui teknologi digital, dan seiring itu saya juga merasa penting untuk meningkatkan literasi keuangan pada umumnya.” Perjuangan Jennifer dalam mendirikan Do-It ini pun berbuah manis, bukan hanya dari keluarga dan kerabat dekat, pendana institusional seperti perbankan pun mulai melirik Do-It untuk bekerja sama. Tercatat, Do-It telah menandatangani nota kesepahaman dengan Bank DKI, BPD Bali, dan tiga Bank Perkreditan Rakyat. Di samping itu, Do-It juga membangun ekosistem untuk mendorong produktifitas masyarakat melalui kolaborasi dengan payment aggregator seperti AIQQON sehingga mitra Do-It dapat menerima pembayaran melalui kartu kredit, kartu debit, dan e-money (OVO, LinkAja, Dana).
Baca Juga: Dua fintech pasang bunga ketinggian, ini ganjaran sanksi dari AFPI “Salah satu tantangan yang paling besar dalam mengembangkan industri fintech di Indonesia adalah kurang siapnya teknologi. Oleh karena itu, di awal kami menggandeng salah satu perusahaan IT di Asia Pasifik untuk melakukan transfer teknologi ke Indonesia. Saat ini teknologi tersebut sudah sepenuhnya dikelola dan dikembangkan oleh talenta terbaik Do-It yang seluruhnya warga negara Indonesia,” ungkap Jennifer. “Saya merasa bahwa hanya orang Indonesia yang dapat mengerti perjuangan dan kesulitan yang dihadapi masyarakat kita, termasuk para pelaku UMKM. Di luar itu, sebagai perempuan, saya juga memiliki komitmen pribadi untuk memberdayakan perempuan Indonesia," tambah Jennifer. Hal ini selaras dengan arahan Presiden Jokowi untuk meningkatkan kualitas SDM di Indonesia agar menjadi lebih produktif dan inovatif, sehingga dapat semakin bersaing di tingkat global.
Baca Juga: Inilah daftar 67 fintech P2P lending yang terdaftar dan kantongi izin OJK Sesuatu yang penting mengingat segmen kelas menengah (middle class) kini sudah sangat besar, diperkirakan sebesar 241 juta pada 2020 mendatang, sehingga daya beli pun perlu disalurkan agar tidak tercipta masyarakat berpola konsumtif melainkan diarahkan menjadi semakin produktif. Tercatat per September 2019, Do-It telah menyalurkan pinjaman ke lebih dari 300.000 pengguna di 34 provinsi seluruh Indonesia. Ke depannya, Do-It sangat terbuka untuk terus meningkatkan kolaborasi dengan berbagai pihak khususnya UMKM maupun startup lokal lain untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto