Cerita petani Tebing Siring raih IUP Perhutanani



KONTAN.CO.ID - BANJARBARU - Implementasi Program Perhutanan Sosial yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tampak berkembang, khususnya di Desa Tebing Siring, Kecamatan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Dengan adanya perhutanan sosial, aktivitas produksi dan pemanfaatan hutan dapat meniadakan terjadinya kebakaran hutan.

Provinsi Kalimantan Selatan saat ini mempunyai potensi perhutanan sosial yang telah ditetapkan dalam Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 327.250 Ha atau 18% dari luas kawasan hutan.


Hingga April 2017 lalu, pemerintah telah menerbitkan penetapan areal kerja perhutanan sosial seluas 55.908 Ha yang terdiri dari Hutan Desa (HD) seluas 11.465 Ha, Hutan Kemasyarakatan (HKm) 14.685 Ha, dan pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 29.758 Ha.

Dari total luas tersebut, izin yang dikeluarkan seluas 19.177 Ha, dengan rincian 3.280 hektare HKm, 9.161 Ha untuk HD, dan 6.736 hektare untuk HTR. Adapun Desa Tebing Siring, Kabupaten Tanah Laut memiliki usulan HKm seluas 8.600 hektare.

Dari luas tersebut, sekitar 400 hektare tanah sudah mendapatkan izin untuk digarap yang diperoleh pada tahun ini.

Tanah seluas 400 hektare tersebut dikelola oleh dua kelompok tani, yakni Kelompok Tani Suka Maju dan Kelompok Tani Ingin Maju.

Mahrus Aryadi, Ketua Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan Pelatihan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengatakan, pemanfaatan hutan oleh dua kelompok tani tersebut dilakukan melalui kegiatan produktivitas agroforestri yaitu penanaman pohon karet, kayu gaharu, pohon jengkol, padi, lombok, labu, jagung, dan pakan lebah sejak tahun 2012.

Mahrus, yang juga akademisi ULM secara intens memberikan pendampingan kepada para petani untuk melakukan produksi karet dan tanaman lainnya, termasuk upaya - upaya untuk memperoleh izin.

"Awal pelaksanaan 2012, kami menanam 13 hektar untuk tanaman produksi seperti karet, tetapi kami juga menanam untuk tanaman buah buahan. Jadi di hutan ini, 70% produksi, sisanya buah buahan," ujar Mahrus kepada wartawan di Banjar Baru, Rabu (22/11).

Sejak awal pelaksanaan tersebut, lanjut Mahrus, para petani belum mendapat izin usaha pemanfaatan (IUP), sehingga aktivitas produksi yang mereka lakukan masih bersifat ilegal.

Selanjutnya, tahun 2013, kelompok tani ini kembali menambah 12 hektare, begitupun tahun selanjutnya 12 hektare. Para petani terus mendiversifikasi hasil perhutanan dengan menambah produksi pakan lebah pada tahun 2015.

Melalui pemanfaatan lahan hutan tersebut, pada tahun 2012, mereka mendapat surat izin dari Bupati yang harus mendapat persetujuan dari KLHK.

Sembari menanti persetujuan, para petani tetap konsisten menjaga dan merawat tanaman tersebut. Bahkan, banyak masyarakat yang sebelumnya bekerja di tambang emas, mulai fokus mengembangkan perhutanan.

Gajali Rahman, Ketua HKm Ingin Maju mengatakan, pemanfaatan hutan untuk kegiatan produksi tersebut berimbas positif dalam mengurangi terjadinya kebakaran hutan.

"Sebelum ditanam lahannya gersang dan sering terbakar karena dulu kawasan hutan tidak ada aktivitas. Ketika sudah ada surat dari tahun 2012, tidak ada kebakaran lagi," ungkap Gazali.

Tak hanya itu, Gajali juga mengaku ada perbaikan kesejahteraan ekonomi yang dia rasakan melalui pemanfaatan perhutanan sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto