Cermat memilih investasi andalan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis keuangan Turki menyengat pasar keuangan dalam negeri di awal pekan ini. Agar bisa tetap meraih imbal hasil yang optimal, investor harus cermat dalam melakukan penyusunan portofolio investasi.

Seperti diketahui, Senin (13/8), nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kompak terkoreksi cukup dalam akibat sentimen eksternal dari Turki. Karena itu, Co-founder, Komisaris Jagartha Advisor Ari Adil mengatakan, investor dituntut cermat dan fleksibel dalam mengelola portofolio investasinya demi mempertahankan keuntungannya.

"Investor mesti siap memindahkan dananya jika portofolionya dinilai memiliki risiko kerugian yang tinggi," kata Ari, Selasa (14/8). Selain itu, investor kini juga perlu memahami orientasi investasi yang dilakukannya sebelum mengambil keputusan.


Serupa, Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo juga mengatakan, investor harus fokus mencermati fundamental tiap instrumen investasi yang ada dalam portofolio investasinya. Selain itu, investor juga diharapkan memiliki horizon investasi minimal satu tahun.

Bila horizon investasi investor kurang dari itu, besar kemungkinan investor mengalami kerugian karena pasar masih sangat volatil. "Apabila ada peluang untuk pembelian secara berkala, lakukan dengan bijaksana," imbuh Soni.

Ia menambahkan, kondisi pasar saat ini memang menuntut investor melakukan diversifikasi terhadap portofolio investasinya. Dalam hal ini, investor disarankan fokus pada investasi saham atau obligasi yang memiliki likuiditas mumpuni.

Nah, bagi investor yang berorientasi jangka pendek, sebenarnya instrumen investasi reksadana bisa jadi pilihan. Jika ditelaah lebih lanjut, untuk saat ini reksadana pasar uang bisa menjadi pilihan yang menarik ketika pasar tengah gejolak.

Terlebih lagi, kinerja rata-rata reksadana pasar uang masih lebih unggul ketimbang reksadana jenis lainnya. Buktinya, reksadana pasar uang bisa mencetak imbal hasil 2,28% (ytd) hingga Juli kemarin, tercermin dari pergerakan Infovesta Money Market Fund. Angka ini jadi yang tertinggi dibanding reksadana saham yang masih koreksi 4,24% secara ytd.

Pembelian bertahap

Ari menyarankan, investor jangka pendek memang sebaiknya mengurangi penempatan dana di instrumen saham dan beralih ke instrumen yang lebih rendah risiko, seperti deposito dan pasar uang. Setelah pasar kembali pada kondisi yang stabil, investor bisa kembali melirik instrumen berbasis saham.

Sebaliknya, investor dengan horizon investasi jangka panjang tetap dapat berinvestasi pada aset-aset di pasar saham. Namun, dalam kondisi pasar yang tengah tertekan seperti saat ini, investor sebaiknya melakukan pembelian secara bertahap.

Dengan begitu risiko investasi menjadi lebih terdiversifikasi. "Kalau di tahap awal investor langsung masuk dalam jumlah yang besar, mereka tidak punya dana lagi jika beberapa waktu ke depan pasar masih terkoreksi," ujar Ari.

Terlepas dari itu, Ari menilai instrumen berbasis saham masih memiliki potensi yang menjanjikan bagi tiap investor. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia masih tergolong baik, kendati pasar saham kerap terkoreksi.

Artinya, instrumen ini masih memiliki potensi keuntungan yang besar di masa mendatang, ketika pasar telah pulih. "Investor mestinya tetap percaya diri untuk berinvestasi di pasar saham di waktu ke depan," tegas Ari.

Selain itu, Soni menyebut instrumen seperti reksadana penyertaan terbatas, kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) dan dana investasi real estate (DIRE) bisa menjadi pilihan investasi alternatif di tengah lesunya pasar saham dan obligasi Indonesia. Walaupun belum semua investor memahami risiko yang dimiliki instrumen-instrumen tersebut, tapi instrumen seperti ini layak untuk dikoleksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati